Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertaruh Nyawa di Instalasi Air

Kompas.com - 05/08/2013, 07:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perawatan saluran dan instalasi air terbukti bukan perkara sepele. Dalam dua bulan terakhir, sedikitnya enam pekerja di DKI Jakarta tewas di bak kontrol air karena keracunan gas atau kekurangan oksigen. Mereka bekerja tanpa perlengkapan keamanan yang memadai ibarat berperang tanpa senjata.

Minggu (4/8) pukul 00.30, dua pekerja PT Aetra Air Jakarta, Maman Sukmana (31) dan Munir bin Miran (39), tewas di bak kontrol air di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Keduanya diduga menghirup gas beracun di instalasi bawah tanah tersebut.

Bersama seorang pekerja lain, yakni Muhamad Yuda Permana (33), Munir dan Maman berencana mengecek katup (valve) bak kontrol air yang berada di bawah permukaan Jalan Perintis Kemerdekaan. Pengecekan ini merupakan pekerjaan rutin.

Khusus di lokasi itu, tepat di seberang Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, pengecekan biasa digelar pada tengah malam. Bak kontrol berada di bawah jalan raya sehingga pengecekan atau pembersihan biasa dilakukan pada malam hari ketika lalu lintas kendaraan lebih lengang.

Munir masuk pertama ke bak kontrol di jaringan air yang dikelola PT Aetra Air Jakarta itu lewat lubang yang ditutup dengan pelat besi. Setelah turun, Munir rupanya kepayahan karena kekurangan oksigen. Maman kemudian segera menyusul turun. Namun, dia juga tidak berdaya setelah mengisap gas yang sama. Keduanya lemas dan meminta pertolongan.

Melihat kedua temannya dalam bahaya, Yuda berencana turun memberi pertolongan. Namun, dia urung turun karena khawatir mengalami nasib serupa. Dia lantas melapor dan meminta pertolongan kepada polisi. Tidak berselang lama, petugas dari Polsek Kelapa Gading serta Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Utara tiba di lokasi.

Sekretaris Perusahaan PT Aetra Air Jakarta Priyatno Bambang Hernowo menduga, Munir dan Maman menghirup gas beracun. Keduanya juga kekurangan oksigen di bak kontrol tersebut. ”Kami sedang menyelidiki gas yang dihirup kedua korban, apakah karena konsentrasi gas karbon monoksida yang tinggi atau ada gas lain yang beracun di lokasi kejadian atau karena kekurangan oksigen.”

Tanpa peralatan

Pekerja tak mengenakan tabung gas oksigen sebagaimana sering mereka lakukan selama ini. Menurut Hernowo, keracunan gas pernah dialami pekerja PT Aetra Air Jakarta 11 tahun lalu. Namun, pemicunya gas metan. Ketika itu, korban lemas kekurangan oksigen, tetapi tertolong saat dilarikan ke rumah sakit.

Munir dan Maman tak mengenakan tabung gas oksigen atau blower yang mengalirkan udara segar ke gorong-gorong. Mereka diduga merasa aman karena terbiasa keluar masuk saluran air bawah tanah tanpa peralatan itu.

Kepala Unit Reskrim Polsek Kelapa Gading Ajun Komisaris Tasman menambahkan, petugas sempat kesulitan mengevakuasi korban karena lubang masuk hanya cukup untuk satu orang. Kedua korban akhirnya bisa diangkat setelah 15 menit evakuasi dilakukan. Mereka lalu dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk diotopsi.

”Penyebab utamanya masih kami selidiki, tetapi kuat dugaan korban lemas kehabisan oksigen sesaat setelah masuk ke bak kontrol. Setelah evakuasi, keduanya dibawa ke RSCM, tetapi keluarga langsung membawanya pulang kampung,” kata Tasman.

Munir selama ini tinggal di Jalan Tongkol 5, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sementara Maman di Kalibaru Dalam III Bungur, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. PT Aetra Air Jakarta menerbangkan jenazah Munir ke kampung halamannya di Nganjuk, Jawa Timur. Adapun Maman dibawa keluarganya ke Kuningan, Jawa Barat, dengan mobil.

Pada Rabu (19/6) lalu, kejadian serupa terjadi di instalasi seawater reverse osmosis di kawasan wisata Ancol Taman Impian, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Empat pekerja yang sedang membersihkan bak penampung tewas, sementara lima lainnya lemas keracunan gas.

Seperti Munir dan Maman, empat pekerja yang tewas di Ancol itu tidak memakai perlengkapan yang memadai, khususnya tabung oksigen. Ibarat perang tanpa senjata, para pekerja itu bertempur dengan tangan kosong. Tak ubahnya prajurit mempertaruhkan nyawa di medan peperangan. (Mukhamad Kurniawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com