Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Rumah Jagal Jadi Ikon Tanah Abang?

Kompas.com - 06/08/2013, 15:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Permasalahan tentang keberadaan rumah potong hewan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, masih belum menemui titik temu. Para tukang potong hewan di tempat tersebut mengklaim bahwa rumah jagal sebagai ikon di kawasan tersebut. Benarkah demikian?

Aliansi Orang-orang Tenabang untuk RPH Tanah Abang menyebutkan, rumah potong hewan (jagal) kambing adalah salah satu ikon Tanah Abang. Keberadaannya sudah ada sejak awal abad ke-19.

"Sejarah Betawi (Jakarta) menunjukkan para pedagang kambing daerah sekitar Betawi membawa kambing untuk dijual di Pasar Tanah Abang. Si Pitung dari Rawa Belong pun disebutkan pernah menjual kambingnya di situ," sebut aliansi tersebut dalam petisi yang dialamatkan kepada Gubernur DKI Jakarta tersebut. Petisi itu dibuat pada 5 Agustus 2013.

Menanggapi hal itu, Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah menilai tak tepat jika kambing dan jagal dijadikan sebagai ikon Tanah Abang. "Ikon? (Kalau) kotor bagaimana?" kata Saefullah ketika dikonfirmasi soal ikon Tanah Abang oleh wartawan, Jakarta, Senin malam (5/8/2013).

Saefullah mengatakan, pasar kambing akan tetap ada di Tanah Abang, salah satunya ada di Jalan Sabeni. Namun, rumah potong hewan atau rumah jagal dipastikan tidak boleh lagi beroperasi di tengah kota.

Selain itu, petisi tadi menyebutkan, sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, menyebutkan bahwa Tanah Abang merupakan salah satu situs sejarah perkembangan Kota Batavia (Jakarta). Oleh karena itu, keberadaannya harus dipertahankan.

Dikonfirmasi secara terpisah, Selasa (6/8/2013), Ridwan mengatakan bahwa pasar di mana pun umumnya menjadi tempat perdagangan hewan. Hal ini tak lantas menahbiskan jagal atau kambing menjadi ikon Tanah Abang.

"Kagak ada (disebut ikon), semua pasar juga berdagang hewan. Malah Pasar Jumat (dulu) spesial berdagang kambing benggala. Bedanya kalau di Pasar Tanah Abang, kambing kacang, yang kecil-kecil, bakal disembelih," kata Ridwan di kediamannya di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan.

Ridwan mengatakan, pasar itu ada karena ada konsumen. Ia mencontohkan Pasar Baru yang terkenal dengan Gang Kelinci karena dulu memang menjadi pusat perdagangan kelinci. Waktu itu, kata Ridwan, anak-anak kecil suka memelihara kelinci.

"Dulu itu pasar kelinci. Sekarang enggak ada karena kebutuhan kelinci enggak ada," ujar Ridwan.

Ia mengatakan, Tanah Abang mulai ramai dengan perdagangan kambing dan pemotongan hewan setelah tahun 1930. Sementara itu, keberadaan pasarnya sudah dimulai pada awal abad-19, di mana warga keturunan China berdagang chita atau tekstil. Adapun kaum pribumi berdagang kopi, tuak, nira, dan minum-minuman lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com