JAKARTA, KOMPAS.com — Penertiban dan penataan kembali pedagang kaki lima di Jakarta Barat terkesan kurang persiapan. Kondisi puluhan PKL di Jalan KS Tubun, di sekitar Museum Tekstil, Palmerah, yang ditertibkan dua pekan lalu, telantar. Hingga kini mereka tak bisa berdagang karena renovasi tempat baru di Pasar Prima, Slipi, belum juga selesai.

Pengamatan Kompas, Minggu (25/8), belum satu kios pun untuk para PKL siap di los bawah tanah di Pasar Prima yang digunakan sebagai tempat parkir mobil dan kios-kios penjual onderdil serta variasi mobil.

Deretan kios PKL yang dibangun di tempat itu tak lebih dari dinding panjang bangunan pasar, yang disekat-sekat dinding berbahan tripleks. Los bawah tanah gelap. Cahaya hanya datang dari lampu di dua kios yang menjual onderdil dan variasi mobil. Menurut rencana, tempat bersekat-sekat yang akan dijadikan tempat berjualan tersebut kelak akan diisi 32 PKL.

Hamdi (60), PKL di KS Tubun yang ditemui pada Sabtu lalu, kecewa karena sudah lebih dari sepekan tak bisa berjualan. "Mau jualan di mana kalau tempat barunya masih direnovasi? Katanya habis didaftar, bisa langsung masuk dan berjualan. Ini sudah hampir dua minggu sejak didaftar, saya belum bisa jualan juga," katanya.

Hamdi berpendapat, proses penertiban dan penataan PKL seharusnya lebih terencana. "Yang benar itu, seharusnya pedagang diberi tahu tiga hari sebelumnya. Setelah itu, pedagang juga diberi waktu tiga hari untuk mengosongkan tempat dagang. Terus waktu kami pindah, seharusnya tempat baru sudah disiapkan," ucapnya.

Saat ini, PKL tidak bisa langsung berdagang dan harus mengecek dan memperbaiki semua sendiri, mulai dari fasilitas air, listrik, hingga perabot.

Kendati demikian, Hamdi memaklumi apabila hal tersebut harus dilakukan PKL karena tempat berdagang PKL tidak berfasilitas seperti rumah toko. "Kalau ruko, kan, fasilitasnya jauh lebih baik. Saya sih enggak minta fasilitas lebih baik, tetapi waktu yang cukup dan persiapan yang matang dari para penertib dan penata PKL," tutur pedagang yang berjualan di sekitar Museum Tekstil sejak tahun 1980-an itu.

Herman, yang berjualan barang-barang elektronik bekas, menduga bakal kesulitan berdagang di tempat baru. "Tempatnya gelap, udaranya pengap," ucapnya.

Kepala Suku Dinas Usaha Mikro Kecil dan Menengah Jakbar Muhamad Adiah memaklumi kekhawatiran para PKL. "Memang tempatnya jauh dari pintu masuk utama. Masuknya pun harus dari samping setelah pengunjung turun dulu ke bawah. Agar mudah terjangkau, akan dibangun tangga ke bawah menuju los bawah tanah tersebut," paparnya.

Di kawasan Taman Fatahillah dan Kali Besar Timur, Kota Tua, Jakbar, Kompas juga belum melihat satu gerobak pun dari 260 gerobak yang berkali-kali dijanjikan bakal digunakan para PKL anggota Koperasi Taman Fatahillah (Kopetaf). (WIN)