Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Usut Kebijakan Bebas Bea Impor Kedelai

Kompas.com - 07/09/2013, 16:25 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengusut kemungkinan adanya kongkalingkong antara pemerintah dan pengusaha tertentu terkait kebijakan pembebasan bea impor kedelai. Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Firman Subagyo menilai, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.

"Ini ada permainan, ini kejahatan ekonomi, KPK harus mulai masuk," kata Firman dalam diskusi bertajuk "Lunglai Karena Kedelai" di Jakarta, Sabtu (7/9/2013).

Menurut Firman, kerugian negara akibat kebijakan tersebut timbul karena tidak ada lagi bea impor yang masuk ke kas negara setelah diturunkan dari 10 persen menjadi nol persen. Hal ini semakin menggerus pemasukan negara. Pada tahun lalu, menurutnya, ditemukan potensi kerugian negara sekitar Rp 400 miliar karena adanya penurunan bea masuk impor kedelai. Untuk dugaan potensi kerugian tahun ini, kata Firman, DPR baru akan menghitungnya.

Firman mengatakan, kebijakan bebas bea impor kedelai itu akan menguntungkan importir. Hal itu dikarenakan bea impor yang seharusnya dihitung sebagai keuntungan negara ditiadakan sehingga masuk kantong pribadi importir.

"Ini kan tentu sudah ada bagi-baginya. Ini yang harus ditelusuri KPK, kongkalingkong itu, kebijakan yang memperkaya diri sendiri," kata Firman.

Dia menyebutkan, kebijakan penghapusan bea impor yang berpotensi merugikan keuangan negara ini bisa digolongkan sebagai kejahatan ekonomi. Sebaiknya, lanjut Firman, kebijakan pemerintah dalam mengatur impor diimbangi dengan rencana kerja paralel yang meningkatkan produksi dalam negeri.

"Undang-undang yang kita undangkan diberlakukan, bentuk lembaga pangan penyangga seperti Bulog seperti di masa lalu," ujarnya.

Selanjutnya, impor diberhentikan secara bertahap dan pemerintah mengendalikan harga kedelai melalui mekanisme harga eceran tertinggi dan terendah. "Dengan begitu kan jadi tidak bisa bermain, kalau sekarang kan tidak, dibebaskan," kata Firman.

Firman juga menilai penting bagi KPK untuk mengungkap praktik kartel kedelai. Menurut Firman, ada enam perusahaan besar yang bermain dalam bisnis kartel tersebut. Firman berpendapat, kartel kedelai ini sudah melakukan kejahatan ekonomi. Ia juga berharap agar aparat penegak hukum tidak terkontaminasi oleh praktik kotor tersebut.

Dia juga mengatakan, KPK sepertinya sudah mulai masuk ke ranah pertanian. KPK mulai mengusut kebijakan seputar pertanian, di antaranya ranah benih dan masalah pupuk. "KPK yang saya dengar sudah mulai diusut seperti yang sekatang ini sudah mulai masuk ke ranah benih, dan juga ke ranah yang, itu akan masuk," kata Firman.

Pemerintah telah menurunkan bea masuk impor kedelai dari 10 persen menjadi nol persen untuk mengatasi masalah keterbatasan pasokan kedelai dalam negeri. Pemerintah juga akan mengatasi berbagai hambatan impor kedelai apa pun namanya sehingga pasokan dalam negeri lancar. Kebijakan ini akan berlaku mengikuti perkembangan harga dunia. Kalau harga kedelai turun, tentunya bea masuk akan diberlakukan kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com