JAKARTA, KOMPAS.com —
Pemerintah perlu segera memberikan dukungan bagi pembangunan transportasi publik di Indonesia, bukan hanya insentif dalam pengembangan kendaraan pribadi seperti mobil hemat.

Dukungan tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian insentif atau dana alokasi khusus demi pengembangan transportasi umum di daerah-daerah.

"Saatnya bagi Menteri Perhubungan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan para kepala daerah berkumpul untuk menyamakan persepsi dalam membangun transportasi publik," kata ahli transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowarno ketika dihubungi, Jumat (20/9) malam.

Menurut Djoko, pertemuan seperti ini penting untuk menyelesaikan kendala minimnya perhatian banyak kepala daerah dan keterbatasan anggaran dalam membangun sarana transportasi publik yang memadai.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, ada kebijakan pemerintah untuk mendukung angkutan publik. Hidayat menyepakati hal itu dengan Menteri Perhubungan EE Mangindaan.

"Menteri Perhubungan kemarin mengajak diskusi untuk mengadakan bus angkutan umum yang bisa didapat relatif murah dengan insentif tertentu, khusus untuk komersial. Termasuk juga dalam hal ini adalah keringanan dalam pengadaan suku cadang," kata Hidayat.

Ia menuturkan, pihaknya akan mencari waktu untuk memastikan dukungan kebijakan bagi angkutan publik ini dengan Menteri Keuangan Chatib Basri.

Kebijakan itu diharapkan bisa membantu penyediaan angkutan massal yang murah sehingga meringankan beban masyarakat.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, di Pekalongan, Jawa Tengah, menegaskan bahwa Indonesia harus menjadi basis produksi industri otomotif, termasuk dalam produksi mobil murah. Apabila basis otomotif di Tanah Air berkembang, industri komponen kendaraan juga akan berkembang.

Menurut Hatta, ukuran keberhasilan mobil murah adalah Indonesia bisa menjadi basis produksi untuk pasar di Asia. Selain itu, penggunaan komponen lokal juga harus terus ditingkatkan serta subsidi dan efek rumah kaca harus mampu dikurangi .

Terkait pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) bagi mobil hemat energi dan harga terjangkau (low cost green car), Hidayat mengatakan, langkah itu bertujuan mendorong pertumbuhan industri komponen di Indonesia.

Efek berganda

Melalui pemberian insentif tersebut, industri otomotif diharuskan memenuhi tingkat kandungan dalam negeri 85 persen, bahkan kalau bisa 90 persen. Efek berganda pun diharapkan muncul dari program tersebut.

"Itu salah satu insentif yang kami pikirkan. Kalau Indonesia sudah menguasai, tentu itu bisa dihapus," kata Hidayat.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Sudirman MR mengatakan, insentif berupa pembebasan PPnBM 10 persen bagi mobil hemat dinikmati oleh konsumen, bukan pabrikan.

"Pajak-pajak lainnya tetap kami bayarkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai 10 persen dan bea masuk komponen impor," katanya.

Sementara itu, produksi mobil murah diharapkan tidak menambah beban impor dan defisit transaksi berjalan. Industri otomotif justru diharapkan memberi kontribusi bagi pengurangan defisit transaksi berjalan.

Selain minyak dan gas bumi, tiga komponen impor terbesar adalah otomotif, makanan, dan bahan kimia. "Harus dilihat, apakah mobil murah ini punya efek substitusi mobil yang ada atau malah menambah," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Ahmad Johansyah.

Transaksi berjalan triwulan II-2013 defisit 9,848 miliar dollar AS (Rp 109 triliun). Salah satu penyumbang defisit terbesar adalah impor minyak, yakni 9,505 miliar dollar AS (Rp 105 triliun). (Idr/cas/WIE)