Kebakaran pertama terjadi di Kemang Utara, Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2013). Empat orang dipastikan tewas dan satu bayi tak bisa dipastikan keberadaannya.
Kebakaran kedua terjadi di Jalan Utama Jelambar, Jakarta Barat, Sabtu (28/9/2013) dini hari. Satu keluarga, terdiri dari empat orang, juga tewas.
Keberadaan teralis besi dalam kedua kebakaran itu diduga menjadi penyebab para korban tak bisa keluar rumah menyelamatkan diri. Kondisi korban pun tak terelakkan, mengenaskan.
Kebakaran di Kemang Utara bahkan disebut sebagai kebakaran terburuk sepanjang 2013 di wilayah Jakarta Selatan. "Dari 165 kejadian sepanjang tahun ini, kasus Kemang itu yang terparah," ujar Madanih, Kasudin Pemadam Kebakaran Jakarta Selatan.
Terpaksa memasang teralis besi
Sejumlah warga Jalan Utama 9, RT 4/RW 11, Jelambar, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, menyadari pemasangan terali besi sangat berisiko pada keselamatan ketika terjadi musibah. Namun, kata mereka, pemasangan teralis terpaksa dilakukan, atas nama keamanan.
"Bayar uang keamanan Rp 20.000 ke hansip setiap bulan, tetap saja tidak membantu. Hansipnya jarang patroli," ungkap Santoso, salah satu warga, saat ditemui Kompas.com, Minggu (29/9/2013). Menurut dia, banyak pencurian spion mobil di garasi di wilayah itu.
"Hansipnya rajin datang cuma kalau nagih iuran keamanan bulanan aja. Sebulan antara Rp 20.000-30.000 per rumah," imbuh Jilie (43), penjual bakmi di kawasan itu. Polisi patroli pun, ujar dia, jarang ada. Maka, teralis menjadi pilihan warga untuk pengamanan.
Trauma kerusuhan 1998?
Ada sudut pandang lain diutarakan terkait maraknya pemasangan teralis besi. Faktor trauma lama.
Pengamat Sosial UI, Devi Rahmawati, menyebutkan, fakta di lapangan mendapatkan pemasangan teralis ini punya kaitan dengan trauma warga atas kerusuhan 1998. Selain teralis, mereka yang trauma pun memilih lokasi bangunan di tempat yang tinggi, dilengkapi portal pula.
Menurut Devi, solusi atas persoalan ini adalah menambah personel keamanan di kawasan permukiman. Namun, ujar dia, solusi terpenting adalah menghapus trauma warga.
Selain jangan sampai peristiwa kelam 15 tahun lalu terulang, tegas Devi, kepastian penegakan hukum atas tragedi menjelang reformasi itu pun harus dilakukan.
"Kekhawatiran kolektif masih muncul karena (dinilai) belum ada upaya serius pemerintah menuntaskan kasus itu. Terkesan ada pembiaran terhadap para pelaku," papar Devi. Nah!
Langkah Jokowi