Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencabutan Pentil, Teror yang Merepotkan

Kompas.com - 01/10/2013, 21:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mengatasi persoalan Jakarta harus dengan cara berbeda. Begitu pun menertibkan parkir liar yang merebak di mana-mana. Imbauan berkali-kali ibarat berteriak di tengah padang pasir, seperti tidak ada yang mendengarkan.

Sepekan terakhir, penertiban parkir liar di Ibu Kota dilakukan dengan pencabutan pentil ban. Razia barang kecil ini diharapkan berdampak besar, yaitu terurainya kemacetan di jalan-jalan utama. Tujuan razia lebih jauh mendorong orang tertib parkir di tempat resmi, syukur-syukur pengguna kendaraan pribadi mulai melirik angkutan umum untuk mobilitas di Ibu Kota. Ini cukup menarik di tengah merebaknya polemik kehadiran mobil murah.

”Mana pentilmu?” tanya Sunardi Sinaga kepada anak buahnya sebelum operasi penertiban parkir liar berlangsung. Pasukan pencabut pentil menunjukkan senjatanya satu per satu. Tidak lama kemudian, mereka bergerak ke kawasan padat lalu lintas di pusat kota. Tim bergerak cepat, mencabut pentil ban sepeda motor dan mobil. Kurang dari tiga menit, pentil bagian dalam ban kendaraan lepas dari tempatnya.

Reaksi pemilik mobil beragam. Ada yang marah, pasrah, dan kemudian kelimpungan mencari solusi. Perjalanan pengguna kendaraan untuk sementara terganggu karena sepeda motor atau mobil mereka tidak bisa dijalankan.

Program pencabutan pentil secara agresif berlangsung di lima wilayah Kota Jakarta. Untuk sementara, program ini menjadi momok warga Ibu Kota, seperti yang dirasakan Nugraha (27), seorang karyawan swasta.

Dia menghindari parkir sembarangan daripada menjadi korban pencabutan pentil. Menurut dia, pencabutan pentil itu cukup merepotkan walaupun harga pentil tidak seberapa. Meski pentil bisa diambil di kantor suku dinas perhubungan terdekat, pengguna kendaraan yang pentilnya dicabut memilih beli dan meminta pertolongan tukang tambal ban. Persoalannya, sampai kapan mereka bertahan meminta pertolongan tukang tambal ban?

Nugraha memilih naik angkutan umum jika pergi ke tempat yang lahan parkirnya terbatas. Cara lain yang juga ia tempuh adalah menumpang teman yang membawa kendaraan. ”Kalau tempatnya dekat, saya pilih jalan kaki saja daripada bawa kendaraan,” ucap pria yang tinggal di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, itu.

Kecemasan Nugraha bisa dimaklumi. Siapa pun bisa keder jika terkena razia pencabutan pentil. Petugas menempelkan stiker bertuliskan ”Pentil Kendaraan Anda Dicabut”. Dalam stiker yang sama disertai ancaman hukuman pidana paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp 5 juta.

Latar belakang

Walaupun menebar rasa cemas, pencabutan pentil belum mendapat perlawanan serius. Mereka yang memprotes kemudian menyerah karena tahu posisinya salah, menempati badan jalan kendaraan.

Lantas dari mana ide pencabutan pentil ban itu datang? Ide ini muncul karena keterbatasan personel dan kendaraan operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Betapa tidak, tak terhitung jumlah kendaraan di Jakarta yang parkir di badan jalan.

Sebelum pencabutan pentil, aparat petugas dinas perhubungan mengangkut kendaraan yang parkir sembarangan. Cara ini memerlukan personel dan alat angkut lebih banyak. Pergerakan penertiban tidak bisa menjangkau banyak lokasi dalam sehari.

”Kami perlu terobosan, lalu menanyakan kepada tukang tambal ban bagaimana cara menggembosi ban kendaraan. Mereka memberi tahu caranya dengan menunjukkan alat pencabut dari pentil bagian luar ban bekas truk. Alat tersebut bisa untuk mencabut pentil ban bagian dalam pada semua jenis kendaraan,” kata Kepala Bidang Pengendalian Operasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunardi Sinaga, Jumat (27/9/2013).

Alat itu ternyata didapat gratis dari tukang tambal ban. Pasukan pencabut pentil tidak perlu membeli karena tukang tambal ban tidak bersedia dibayar.

Lalu, Sinaga dan tim kecilnya merancang operasi pencabutan pentil. Ada 30 orang yang tergabung dalam pasukan bergerak. Mereka dibantu puluhan personel di setiap wilayah di Jakarta. Pasukan bergerak mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00 dibantu aparat kepolisian dan Garnisun TNI.

Sejak operasi pencabutan pentil dimulai 17 September lalu, petugas menyita sekitar 5.000 pentil. Sebagian besar pengguna kendaraan tidak mengambil lagi pentilnya karena takut terkena tilang.

”Tujuan kami memang mempertemukan pelanggar parkir dengan petugas kepolisian. Mereka kami tunggu di kantor suku dinas terdekat,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono. Target operasi kali ini adalah membuat pelanggar ketentuan parkir jera dan kemudian terdorong menggunakan angkutan publik atau parkir di tempat yang disediakan.

Sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, menilai, tindakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum menyentuh akar masalah parkir liar. Keberadaan parkir liar merupakan masalah sistemik yang menyangkut kebijakan pembatasan kendaraan bermotor dan perizinan mendirikan bangunan.

Pencabutan pentil ban, lanjutnya, merupakan tindakan reaktif yang tidak bisa menyelesaikan masalah jangka panjang. (

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com