Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penyiksaan dan Salah Tangkap Selalu Beriringan"

Kompas.com - 25/10/2013, 10:20 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com —Tim kuasa hukum enam terdakwa pengamen Cipulir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan, sering kali kejadian salah tangkap oleh polisi akan selalu berbarengan dengan penyiksaan. Apalagi, jika korban salah tangkap tidak didampingi oleh kuasa hukum selama proses penyelidikan.

Anggota tim kuasa hukum dari LBH Jakarta, Johannes Gea, meyakini ada penyiksaan terhadap keenam kliennya. Penyiksaan ini diduga untuk memaksa mereka mengakui sebagai pelaku pembunuhan terhadap pengamen bernama Dicky Maulana (18) di kolong Jembatan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Minggu (30/6/2013).

"Saksi (para terdakwa) tanpa ditanya-tanya langsung dibawa ke Polda dan subuhnya mereka mengaku mereka yang membunuh. Penyiksaan dan salah tangkap selalu beriringan," kata Gea seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2013).

Padahal, ujar Gea, berita acara pemeriksaan (BAP) seharusnya tak bisa dibuat dalam situasi si terperiksa disiksa. Pendampingan oleh kuasa hukum untuk terduga pelaku kejahatan pun adalah keharusan.

Dalam kasus kliennya, tak ada kuasa hukum ketika mereka berenam digelandang dari Mapolsek Metro Kebayoran Lama ke Mapolda Metro Jaya. "Sampai di Polda tanggal 30 Juni jam 4 sore, BAP selesai tanggal 1 Juli jam 1 dini hari. Dari sore sampai subuh patut dipertanyakan mereka diapain (oleh penyidik kepolisian)," kata Gea.

Dalam persidangan Kamis (24/10/2013), hakim menghadirkan dua saksi anggota polisi dari Polsek Metro Kebayoran Lama, yakni Yudi Pendy dan Dwi Kustianto. Salah satu saksi, yakni Dwi Kustianto yang merupakan anggota Unit Reskrim mengatakan, berawal dari informasi yang diperoleh dari petugas piket di Mapolsek Metro Kebayoran Lama bahwa ada penemuan mayat di kolong Jembatan Cipulir, dia kemudian bersama timnya datang sekitar pukul 13.00 WIB.

Saat itu, aku Yudi, dia mendapati mayat Dicky dalam keadaan sudah tewas dengan luka di bagian rusuk kiri, pelipis, leher, dan di pipi ada luka gores. Saat itu, ada tiga terdakwa (yakni BF, F, dan AS) di lokasi kejadian. Setelah itu, kata Dwi, dia langsung menghubungi tim identifikasi dari Polres Metro Jakarta Selatan dan menghubungi ambulans RS Fatmawati.

Sementara itu, lanjut Yudi, ketiga terdakwa digelandang ke Mapolsek Metro Kebayoran Lama, tetapi tidak sempat diperiksa. Pada sore harinya, ketiga terdakwa dibawa penyidik Subdit Jatanras Polda Metro Jaya.

Dalam persidangan, AS mengatakan bahwa saat belum sempat dimintai keterangan di Mapolsek sebagai saksi, dia dan kedua rekannya sudah keburu dibawa ke Mapolda. "Sampai di Polda tiba-tiba langsung dipukul," ujar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com