Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Setiap Jumat Macet?

Kompas.com - 09/11/2013, 15:16 WIB
Ummi Hadyah Saleh

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - "Jumat, pasti macet kalau jam pulang kerja." Kalimat ini sering diucapkan warga Jakarta menjelang akhir pekan. Mengapa begitu?

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna sepakat jika Jumat sore menjadi puncak kemacetan di Ibu Kota. Penyebabnya, kata dia, karena pengguna jalan itu sendiri.

Saat Jumat, semua orang berhenti beraktivitas dari pekerjaannya, dan berlomba-lomba segera pulang ke rumah atau sekadar menikmati libur akhir pekan bersama keluarga. Hal ini, sudah membudaya dilakukan warga Jakarta.

"Kan hari Jumat seperti neraka kemecetan, semua pulang hari Jumat. Ini selalu terulang sejak lama dan sudah membudaya di masyarakat," ujar Yayat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/11/2013).

Pada akhir pekan, tutur Yayat, karyawan yang bekerja di Jakarta, namun memiliki rumah atau keluarga di luar Jakarta, pasti akan pulang ke rumahnya pada Jumat. Misalnya, para pekerja yang rumahnya di Bekasi, Bandung atau Bogor.

Belum lagi, jika pada Jumat sore terjadi hujan. Kemacetan akan semakin panjang dan bisa jadi hingga malam hari. Genangan air yang membanjiri jalan membuat pengendara menghindari atau mengemudikan kendaraannya dengan pelan.

"Hujan terimplikasi genangan akibat drainase, itu sisa masa lalu yang sudah terjadi di pusat kota," ucapnya.

Akibat genangan pula, jalan pun menjadi rusak. Misalnya saja, seperti di kawasan Lenteng Agung dan Tanjung Barat. Sudah jalan rusak, jalannya pun menyempit. Sehingga, tidak heran jika salah satu jalan alternatif menuju Depok itu pasti macet.

"Betapa rusak drainase kota dan daerah pinggiran misalnya di Lenteng Agung dan Tanjung Barat terjadi penyempitan jalan yang juga rusak, itu menjadi stagnan. Begitu terjadi kemacetan, otomatis jalan tersebut macet," tuturnya.

Yayat mengungkapkan, solusi yang paling tepat tidak hanya sistem penambahan transportasi, tetapi sistem penanganan transportasi dan tata ruang. Selain itu, harus ada perubahan pola pergerakan. Perubahan pola pergerakan tidak hanya mengatur MRT, monorel, tetapi perlunya mengubah jam kantor.

"Kita tidak perlu menunggu MRT, monorel, kalau perlu liburnya jangan hari Sabtu dan kalau perlu hari Sabtu masuk kerja sehingga bisa mengurangi pergerakan kemacetan di hari tertentu, bukan di hari Jumat," ucap Yayat.

Adanya rayonisasi penempatan kerja kepada semua masyarakat, menurutnya juga membantu memecahkan kemacetan. Misalnya, karyawan dipekerjakan dengan kantor yang dekat dengan rumahnya. "Jadi pekerja yang tinggal di daerahnya seperti Bogor dan Bekasi, tidak jauh-jauh bekerja di Jakarta," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Megapolitan
Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Megapolitan
Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Megapolitan
Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Megapolitan
Singgung 'Legal Standing' MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Singgung "Legal Standing" MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Megapolitan
Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Megapolitan
Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Megapolitan
Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Megapolitan
Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Polisi: Sopir Truk Ugal-ugalan di GT Halim Bicara Melantur

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu

Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan "Food Estate" di Kepulauan Seribu

Megapolitan
Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com