Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Progresif Kendaraan Tidak Berpengaruh Atasi Kemacetan?

Kompas.com - 15/11/2013, 21:25 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana revisi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk meningkatkan pajak progresif kendaraan bermotor bisa jadi tidak berpengaruh besar terhadap pengurangan kemacetan lalu lintas DKI Jakarta.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Iwan Setiawan mengatakan, saat pajak progresif pertama kali diterapkan di Jakarta tahun 2011, hal itu masih belum mampu mengerem ledakan kendaraan bermotor di Ibu Kota. Buktinya, dari 2011 hingga 2013 ini, jumlah kendaraan bermotor kian bertambah.

"Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2011 mencapai 13.347.802. Pada tahun 2012 malah meningkat 14.618.313. Artinya, jumlah kendaraan malah meningkat cukup tinggi," ujar Iwan ketika ditemui di kantornya pada Jumat (15/11/2013).

Bahkan, lanjut Iwan, saat Bank Indonesia (BI) menerapkan aturan bahwa kredit kendaraan bermotor harus didahului membayar down payment sebesar 30 persen dari nilai jual, peningkatan jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta tetap tak bisa direm.

Saat ini saja, tercatat rata-rata ada 1.550 sepeda motor serta 600 kendaraan roda empat baru setiap harinya.

Menurut Iwan, kebijakan pajak progresif juga memiliki celah teknis. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menghindari pajak ini. Misalnya, membeli kendaraan kedua atau ketiga atas nama orang lain yang memiliki alamat berbeda, atau pembelian kendaraan bermotor dilakukan bukan di Jakarta, melainkan di kota lain.

Namun, lanjut Iwan, di sisi lain ada teori pajak yang mengatakan bahwa dengan penerapan pajak progresif, masyarakat bisa mengalami titik jenuh daya beli ketika pajak kendaraan kian tinggi. "Hanya, titik jenuh daya beli kendaraan oleh masyarakat kapan, itu dia yang tidak bisa diprediksi," ujarnya.

"Mudah-mudahan bisa mujarab dengan adanya pajak progresif nanti. Karena kan naik 100 persen. Semoga saja masyarakat jera untuk beli kendaraan lebih dari satu," lanjut Iwan.

Pajak progresif adalah besaran pajak yang diterapkan untuk pembelian unit kendaraan lebih dari satu. Dalam Perda Nomor 8 Tahun 2010, penerapan pajak kendaraan berjumlah 1,5 persen dari nilai jual kendaraan pertama, 2 persen dari nilai jual kendaraan kedua, serta 4 persen dari nilai jual kendaraan ketiga, keempat, dan seterusnya.

Atas usulan revisi, pajak progresif akan menjadi sebesar 2 persen dari nilai jual untuk kendaraan pertama, 4 persen dari nilai jual untuk kendaraan kedua, dan 5 persen dari nilai jual untuk kendaraan ketiga. Sedangkan untuk pembelian kendaraan di atas tiga unit dikenakan pajak progresif sebesar 8 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com