"Kalau hanya DKI yang menaikkan pajak progresif, efeknya tidak akan banyak terhadap jumlah kendaraan bermotor baru," kata anggota pengurus harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Minggu (17/11/2013).
Pajak progresif adalah besaran pajak yang diterapkan untuk pembelian unit kendaraan lebih dari satu. Dalam Perda 8/2010, penerapan pajak kendaraan berjumlah 1,5 persen dari nilai jual kendaraan pertama, dua persen dari nilai jual kendaraan kedua, dan empat persen dari nilai jual kendaraan ketiga, keempat, dan seterusnya. Atas usulan revisi, pajak progresif akan menjadi sebesar dua persen dari nilai jual untuk kendaraan pertama, empat persen dari nilai jual untuk kendaraan kedua, dan lima persen dari nilai jual untuk kendaraan ketiga. Sementara itu, untuk pembelian kendaraan di atas tiga unit dikenakan pajak progresif sebesar delapan persen.
Dikatakan Tulus, sebesar apa pun pajak kendaraan bermotor, warga akan sanggup membayarnya. Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta ini menilai pajak besar tidak efektif menekan pertumbuhan mobil atau sepeda motor karena tidak mengganggu daya beli masyarakat.
"Kalau harapannya pajak besar bisa menekan jumlah kendaraan baru, saya kira itu cuma mimpi," katanya.
Kenaikan pajak, lanjut Tulus, hanya akan efektif untuk menggenjot Pendapat Asli Daerah. Jika melihat pendapatan yang akan diterima pemerintah memang bisa dirasakan manfaatnya. Namun, tidak akan ada perubahan di jalan.
"Bisa jadi orang malah beralih dengan beli mobil dengan pelat Bodetabek, tapi memakainya di Jakarta. itu jadi rugi dua kali, PAD tidak masuk, macet semakin menjadi," ujarnya.
Menurutnya, untuk menekan pertumbuhan kendaraan bermotor, harus dilakukan langkah menyeluruh, yakni jalan berbayar atau ERP, parkir mahal, dan pembatasan kendaraan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.