Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti APTB, Kok Lama Banget Datangnya...

Kompas.com - 09/12/2013, 07:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sedikitnya 113 bus penjelajah kawasan penyangga Jakarta dikerahkan untuk mengurangi kepadatan kendaraan penyebab kemacetan di Jakarta. Namun, setahun sejak pertama kali diluncurkan, kemauan semua pihak untuk mewujudkan cita-cita itu masih ditunggu.

Tangan kurus Rudi Gunawan (27) susah payah mengeluarkan 10 kodi daster dari badan bus angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) Tanah Abang-Bekasi, Sabtu (7/12). Dibalut karung plastik putih, tumpukan daster itu dua kali lebih besar daripada tubuhnya.

Sadar tidak cukup kuat, lelaki dengan tinggi badan sekitar 160 sentimeter tersebut menyeret karung itu begitu saja. Bruk! Daster dijatuhkan dari ketinggian setengah meter. Di tengah bunyi klakson pengguna jalan yang tak sabar, Rudi buru-buru menarik karung itu ke pinggir jalan.

”Tidak ada halte di sini. Harus serba cepat sebelum pengguna jalan lain marah besar,” ujar Rudi di persimpangan jalan dekat Kampus Unisma, Bekasi.

Rudi sepertinya sudah terbiasa dengan bunyi klakson dan umpatan pengguna jalan lain. Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan APTB rute Tanah Abang-Bekasi, ia memilih rute sepanjang 30 kilometer ini sebagai transportasi utama. Namun, tetap saja sopir seenaknya menurunkan penumpang. APTB ini pun kerap jadi sasaran kekesalan pengguna jalan.

Namun, Rudi tidak peduli. APTB Tanah Abang-Bekasi, satu dari 12 rute APTB yang diluncurkan DKI Jakarta sejak 2012, meringankan pengeluaran dan tenaganya.

Ia hanya mengeluarkan biaya Rp 70.000 pergi pulang Tanah Abang-Bekasi. Pengeluaran terbesar adalah biaya tambahan mengangkut daster, Rp 35.000. Sisanya membayar tiket APTB Rp 28.000 dan ongkos angkutan umum di Bekasi untuk dua orang. ”Lebih hemat Rp 30.000. Dulu saya harus sewa mobil karena belum ada bus Bekasi-Tanah Abang,” katanya.

Misterius

Sementara itu, pada hari yang sama, awak APTB Tanah Abang- Bogor harus menanggung kekesalan penumpang. Baru menginjakkan kaki di dalam bus, Neneng (50), warga Pasar Ciawi, Bogor, melontarkan kekesalan.

”Saya sudah 2 jam menunggu, kok baru muncul. Katanya paling lama 30 menit sekali,” ujar Neneng.

Diberondong kekesalan itu, sopir dan kondektur bus seperti sudah menyiapkan jawaban. Dengan santai, mereka menjawab bahwa Jakarta-Bogor yang macet saat akhir pekan, semrawutnya lalu lintas di Tanah Abang, hingga baru tiga bus yang beroperasi menjadi penyebab.

Kompas yang mencoba rute ini dari Tanah Abang mengalami hal yang sama dengan Neneng. APTB Tanah Abang-Ciawi seperti misteri. Tak jelas jadwal kedatangannya. Ironisnya, petugas dinas perhubungan dan warga setempat juga tidak tahu pasti kapan bus akan datang.

Dua jam menunggu, APTB itu datang juga. Selain Neneng, tidak banyak orang di dalam bus dengan 38 kursi tersebut. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 16.45.

Alasan awak bus tidak sepenuhnya keliru. Sore itu, kemacetan rute Tanah Abang-Ciawi menggila. Truk barang tumpang tindih dengan kendaraan pribadi dan angkutan umum. Pengendara sepeda motor yang nekat melawan arus menambah ruwetnya jalan. Jalur transjakarta yang seharusnya steril dipenuhi kendaraan pribadi. Sanksi hingga Rp 500.000 sepertinya tidak membuat jeri.

Kontras dengan jalanan yang padat, kehadiran APTB Tanah Abang-Ciawi seperti belum diminati. Hanya setengah dari total kursi yang diisi penumpang.

”Saya baru sekali naik bus ini. Ternyata menunggunya lama,” ujar Akhmad, penumpang lain, sembari menyeka keringat.

Kekesalannya berlanjut saat perjalanan APTB ternyata berhenti di persimpangan jalan dekat lampu merah Ciawi. Penumpang turun beradu tempat dengan antrean mobil, motor, hingga truk bertonase besar.

”Tiketnya memang Rp 16.000, tapi ampun, saya kapok. Jadwalnya tidak teratur. Berhentinya juga di lampu merah,” kata Akhmad saat tiba di Ciawi sekitar pukul 19.05.

Jarum jam menunjukkan pukul 19.10 saat Endi dan dua temannya, warga Ciampea, Bogor, tiba di perempatan Ciawi. Ia berencana pergi ke Cempaka Mas, Jakarta Pusat. (Cornelius Helmy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com