JAKARTA, KOMPAS.com — 
DPRD DKI Jakarta menilai, ada sejumlah masalah kritis yang harus jadi prioritas Pemprov DKI sepanjang tahun 2014. Tiga masalah terberat di Jakarta, kemacetan, banjir, dan tata kota, hingga kini belum bisa dipecahkan.

”Dari evaluasi kualitatif Dewan dan tim ahli, penanganan kemacetan mendapat skor 2,5 dari skor maksimal 10. Kebijakan penanganan banjir baru mendapat skor 3,5 dan tata kota hanya dapat skor 2,5,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan, Senin (30/12), di Jakarta.

Persoalan lain yang perlu diselesaikan adalah premanisme, kemiskinan, pelayanan pemerintahan, lingkungan hidup, dan disiplin warga.

Namun, secara pribadi, menurut Ferrial, kinerja pemerintahan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sudah cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya dana yang dikucurkan untuk pembangunan infrastruktur dan upaya untuk menambah pendapatan daerah.

Ferrial menilai, satuan kerja perangkat daerah di bawah gubernur terlihat berat mengikuti laju Jokowi-Basuki. ”Misalnya dinas pekerjaan umum yang tadinya tidak pernah mendapat anggaran hingga Rp 10 triliun, sekarang sudah melampaui Rp 10 triliun. Tentu kelabakan juga. Dinas itu pun sudah harus dipecah antara bidang jalan dan bidang tata air. Dinas kesehatan pun demikian,” ujar Ferrial.

Dia menampik anggapan kurang mulusnya koordinasi antara eksekutif dan legislatif. Namun, dalam keterangan pers akhir tahun DPRD DKI Jakarta disebutkan, euforia yang terekam sampai saat ini menunjukkan pihak eksekutif merasa sebagai penguasa tunggal dan sering memandang sebelah mata kepada Dewan.

Target legislasi memeleset

Ketua Badan Legislasi Daerah Triwisaksana menilai, buruknya koordinasi jadi alasan utama belum disahkannya sejumlah rancangan peraturan daerah (raperda). Dari target 26 raperda tahun 2013, DPRD hanya mampu mengesahkan 17 raperda.

”Raperda tentang penyelenggaraan reklame masih ada di tangan eksekutif. Raperda tentang organisasi pemerintah daerah yang seharusnya sudah selesai baru masuk drafnya dari eksekutif beberapa hari lalu sehingga tidak mungkin dibahas tahun ini,” ujar Triwisaksana.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Uchok Sky Khadafi menilai, justru kinerja legislatif yang perlu dicermati. Sebab, beberapa tahun terakhir tidak mampu memenuhi target legislasi. Padahal, salah satu tugas DPRD DKI adalah menjalankan fungsi legislasi.

DPRD DKI selalu memiliki alokasi anggaran untuk legislasi. Tahun 2013 anggaran untuk legislasi Rp 11,2 miliar untuk 26 target perda. Sementara DPRD DKI hanya mampu mengesahkan 17 dari 26 target perda.

Begitupun dengan tahun 2012, anggaran untuk legislasi sebesar Rp 10,3 miliar untuk 34 target perda. Namun, sampai akhir tahun, DPRD DKI hanya mampu mengesahkan delapan perda.

”Setiap tahun, DPRD tidak pernah mencapai target dalam membuat perda. Dengan demikian, bisa digambarkan bagaimana kualitas kinerja DPRD DKI,” kata Uchok. (FRO/NDY)