KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Aksi penolakan terhadap proses pembangunan jalur mass rapid transit (MRT) tidak hanya terjadi di Jakarta. Kejadian serupa juga terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia. Seperti halnya di Jakarta, penolakan MRT di Malaysia pun datang dari beragam kalangan.
"Jadi, masalah Jalan Sultan ini hampir sama dengan yang ada di Fatmawati atau Lebak Bulus. Pernah orang kami dikejar dengan parang karena masyarakat merasa telah tinggal lama di situ secara turun-temurun," kata Director of Stakeholders and Land Management Kuala Lumpur MRT Corporation Haris Fadzilah, saat ditemui di kantornya di Kuala Lumpur, Rabu (22/1/2014).
Haris mengatakan, kondisi lokasi Jalan Sultan di Kuala Lumpur tak jauh berbeda dengan Jalan Fatmawati dan kawasan Lebak Bulus. "Banyak juga yang mengaku setuju, tapi mereka bilang, 'Yang penting jangan lalui halaman rumah saya'. Tentu hal-hal yang seperti ini kan sangat menyulitkan."
"Kami juga sempat dituduh merusak cagar budaya, padahal yang kami bongkar bangunan tua. Bangunan tua tidak semuanya bangunan yang bernilai historis, ini yang orang tak banyak tahu. Kalau bangunan bernilai historis, tentu tak akan kami bongkar," imbuh Haris.
Namun, kata Haris, upaya berkelanjutan dan gigih membuat proyek pembangunan MRT rute Sungai Buloh-Kajang bisa dimulai pada 2011 dan direncanakan bisa beroperasi pada 2016. Seperti halnya Jakarta, MRT juga belum ada di Kuala Lumpur.
Bedanya dengan Jakarta, meskipun sama-sama belum punya MRT, Kuala Lumpur memiliki lebih banyak ragam moda transportasi. Untuk moda berbasis rel, Kuala Lumpur punya LRT, monorel, kereta komuter, dan kereta Bandara Kuala Lumpur International Airport.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.