Hal itu juga yang mengusik asyiknya pria yang disapa Ahok itu di kala melahap santapan rajungan rebus dan aneka ikan kesukaan. "Aku juga pernah hidup susah, kok," ujar Ahok, serius, sambil membersihkan jari-jemarinya dari bumbu rajungan dengan tissue.
Ketika duduk di bangku SMA, dia dan adiknya, Basuri Tjahaja Purnama, bersekolah di salah satu sekolah swasta Kristen di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kala itu, usaha sang ayah di Belitung tengah diterpa persoalan ekonomi.
Basuki dan Basuri remaja harus berhemat-hemat supaya uang bulanan dari sang ayah tidak cepat habis. Keduanya memilih angkot dengan trayek langsung, meski harus menunggu lama dan bangun lebih cepat, rela tidak jajan di sekolah, dan memilih untuk membawa bekal dari rumahnya.
Lantaran harus mengencangkan ikat pinggang seperti itulah yang juga membuat Ahok pikir panjang untuk 'menggebet' wanita lain. "Kan ngapel itu perlu uang juga. Buat hari-hari aja sulit," ujarnya.
Namun demikian, pria kelahiran Manggar, 29 Juni 1966, itu tetap bersyukur. Setidaknya, ia tetap bisa menempuh pendidikan di kota besar. Berbeda dari banyak anak di kampung halamannya yang mimpinya berakhir di lubang-lubang tambang di Belitung.
Pengalaman itu jugalah yang membulatkan tekad Ahok untuk mewujudkan pendidikan gratis bagi masyarakat, terutama warga miskin. Di Jakarta, Ahok dan Joko Widodo menyelenggarakan Kartu Jakarta Pintar (KJP), akses pendidikan bagi anak sekolah tidak mampu di Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.