Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Endang Widjajanti mengatakan, pencoretan itu diketahui setelah Kemendagri mengembalikan APBD kepada Pemprov DKI. Selain anggaran haji, ada dua anggaran lain yang dicoret.
"Ketiganya adalah anggaran haji, pembiayaan penyertaan BUMD Sarana Jaya, dan anggaran Komisi Pemilihan Umum," kata Endang, di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Ketiga anggaran ini mendapat beberapa catatan khusus oleh Kemendagri karena alokasinya dinilai tidak tepat. Anggaran serupa juga tidak ada di daerah lainnya.
Endang menjelaskan, dana jamaah haji sebelumnya dialokasikan untuk angkutan jamaah dan makan selama di Arab Saudi. Nantinya, dana yang dicoret tersebut akan dialokasikan untuk kegiatan lainnya.
Anggaran jamaah haji khusus untuk warga Jakarta yang dianggarkan dalam APBD DKI 2014 sebesar Rp18 miliar. Anggaran tersebut dikhususkan untuk katering jamaah haji kloter Jakarta. Jumlahnya meningkat dari anggaran tahun lalu yang mencapai Rp 15,2 miliar untuk katering saja. Sedangkan tahun lalu juga dianggarkan transportasi untuk jamaah haji Jakarta sebesar Rp 2,7 miliar.
Alokasi untuk BUMD Sarana Jaya sebesar Rp 300 miliar akan dialihkan. Sebab, untuk memberikan modal ke perusahaan daerah ini membutuhkan peraturan daerah. "Semua pergantian yang diminta Kemendagri, tidak perlu melalui pembahasan anggaran perubahan," ujarnya.
Untuk anggaran KPU, alokasinya akan digeser ke pos Badan Kesatuan Berbangsa dan Politik (Bakesbangpol) DKI. Total anggarannya masih sama, Rp 72 triliun.
Ia memperkirakan, pada akhir Februari ini, anggaran sudah mulai efektif. Sebab, saat ini Pemprov DKI masih mengoreksi daftar perencanaan anggaran (DPA) terlebih dahulu. Setelah semua proses selesai, anggaran baru bisa efektif digunakan.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengatakan, BPKD DKI harus segera menerbitkan surat jaminan setelah pencairan APBD DKI. Surat itu berguna sebagai jaminan pengadaan lelang.
Terkait beberapa koreksi mata anggaran oleh Kemendagri, Ketua Fraksi Partai Gerindra itu memandang hal tersebut merupakan hal yang wajar. "Tidak akan menganggu roda pemerintahan," kata Sanusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.