JAKARTA, KOMPAS.com
— Ditinggal Gubernur Joko Widodo jadi calon presiden tidak membuat Jakarta kehilangan pemimpin dan arah pembangunan. Saat ini sudah ada program-program dengan sasaran yang jelas. Wakil atau penerus Jokowi harus memastikan pembangunan berjalan sesuai target.

Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, selama ditinggal Jokowi kampanye sebagai calon presiden, DKI Jakarta harus tetap fokus mengerjakan program-program pembangunan yang telah direncanakan.

”Sebagian program sudah mulai berjalan dan sebagian lagi belum. Namun, rencana program-program di bidang transportasi, perumahan, sampai lingkungan, seperti penanggulangan banjir, sudah ada dan saya yakin bagus. Ini yang harus dijamin kelanjutannya,” katanya.

Andrinof menilai perlu ada sosok pemimpin Jakarta yang bisa merangkul serta memastikan kepercayaan rakyat tidak dikhianati. Jadi, butuh sosok yang tetap turun ke lapangan, pendekatan masalah langsung kepada warga, dan paham benar dengan program yang digulirkan. Jangan sampai yang jadi pemimpin Jakarta nanti hanya sebagai representasi partai politik.

Siapa pun pemimpin Jakarta akan menghadapi kendala terberat, yaitu birokrasi yang kapasitasnya masih rendah. ”Semua sadar bahwa program pembangunan sulit terlaksana dengan baik karena birokratnya bekerja kurang maksimal. Untuk itu, agar Jakarta menjadi lebih baik, perombakan birokrasi harus terus dilakukan,” ujar Andrinof.

Namun, harus diakui perombakan besar-besaran bisa memicu konflik internal di tubuh DKI. Untuk itu, jika ingin menarik para profesional atau orang di luar lingkaran birokrat, disarankan maksimal hanya 10-15 persen dari keseluruhan birokrat di Jakarta. Kaum profesional itu bisa ditempatkan di posisi strategis yang diyakini bisa membawa perubahan besar pada kinerja birokrat Jakarta ke arah yang lebih baik.

Selain itu, Andrinof juga berpesan agar Basuki Tjahaja Purnama bisa lebih berhati-hati dalam bertutur kata. Ia paham, wakil gubernur yang biasa dipanggil Ahok itu geram dengan kinerja birokratnya, tetapi marah dan mempermalukan di depan umum juga bukan solusi bijak.
Angin segar

Bagi kalangan pengusaha, pencalonan diri Jokowi sebagai presiden RI menjadi angin segar karena dia hadir sebagai pemimpin alternatif untuk mendobrak kebuntuan politik.

Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta, pencalonan itu juga sangat dibutuhkan Jakarta. Penanganan masalah Jakarta membutuhkan penyelesaian holistik dengan melibatkan daerah-daerah pendukung di sekitarnya, dan itu hanya dapat ditangani presiden.

”Jokowi tepat jadi capres. Diharapkan dia bisa koordinasikan Jakarta dan daerah di sekitarnya,” kata Tutum.

Tutum mengungkapkan, Jokowi memang bukan satu-satunya pemimpin dengan kemampuan kepemimpinan terbaik di Indonesia. Namun, dibandingkan calon-calon presiden lainnya, Jokowi masih dapat dipercaya sebagai pemimpin yang jujur.

Jika memang Jokowi pernah membuat keputusan keliru saat menjabat Gubernur DKI, dia adalah gubernur yang jujur.

Menurut Tutum, dukungan pengusaha terhadap pencalonan Jokowi sebagai capres sangat jelas ditunjukkan dengan menguatnya indeks saham di Indonesia, sesaat setelah Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden. Padahal, saat itu indeks saham regional sedang rontok.

”Ini adalah reaksi pasar, bukti dukungan pengusaha bagi Jokowi. Ini sekaligus melawan pandangan kalangan politisi yang menganggap Jokowi tak konsisten dalam memimpin daerah,” katanya.

Sebaliknya, Tutum mengkhawatirkan gaya kepemimpinan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. Jika Basuki nanti menggantikan posisi Jokowi, kata Tutum, Basuki perlu memperbaiki gayanya berkomunikasi kepada publik.
Revitalisasi transportasi

Para pengusaha angkutan berharap, kebijakan revitalisasi angkutan umum terus berlanjut setelah Jokowi dicalonkan menjadi presiden. Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, siapa pun pengganti Jokowi sebagai gubernur harus melanjutkan program revitalisasi moda angkutan umum.

”Kita mengapresiasi kebijakan Pak Jokowi selama menjadi gubernur untuk melakukan revitalisasi angkutan umum. Kebijakan tersebut, siapa pun nanti penggantinya, harus terus berlanjut dan angkutan umum dibenahi,” kata Shafruhan.

Kebijakan revitalisasi angkutan umum tidak boleh bergantung pada figur tertentu karena sangat dibutuhkan warga Jakarta. Majunya Jokowi menjadi presiden justru memperkuat komitmen untuk melanjutkan perbaikan angkutan umum di Ibu Kota. ”Revitalisasi angkutan umum ini bukan hanya persoalan Jakarta, melainkan juga pusat,” ujarnya. (RAY/MDN/NEL)