Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perawat Keluhkan Lonjakan Pasien BPJS Kesehatan

Kompas.com - 19/03/2014, 19:08 WIB
Nadia Zahra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Grogol, Jakarta Barat mengaku merasa tertekan sejak pemberlakuan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2014. Jumlah pasien yang terintegrasikan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang datang ke rumah sakit tersebut bertambah banyak.

"Saya beban kerjaan seperti ini. Karena BPJS jadi pasien membludak. Bukannya rawat pasien, malah saya yang sakit karena kecapean," ucap perawat yang enggan disebut namanya di Rumah Sakit Dharmais, Rabu (19/3/2014).

Ia mengatakan, peningkatan tanggung jawab tak berbanding lurus dengan peningkatan remunerasi. Tak ada peningkatan remunerasi bagi para pekerja paramedis tersebut.

"Bukannya (saya) tidak tanggung jawab sama kerjaan, tapi kalau kerjaan kayak robot gini dengan pendapatan Rp 2 juta - Rp 3 juta per bulan, ya teriak juga. Tapi saya bingung harus berkeluh kesah ke siapa," ungkapnya.

Secara terpisah, staf Humas RS Dharmais, Irwansyah, membenarkan adanya lonjakan pasien sejak pemberlakuan BPJS Kesehatan. Pada 2013, jumlah rata-rata pasien per hari adalah 300-350 orang. Sementara itu, saat ini jumlah rata-rata pasien bisa mencapai 700-800 orang per hari.

"Memang beda sekarang. Bayangin, pagi-pagi jam 7 aja pasien bisa sampe 350 orang. Apalagi jam 11 atau 12 siang, 800 orang ada setiap hari, kecuali Sabtu Minggu normal, karena loket BPJS tutup," ujar Irwansyah.

Menurutnya, pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sudah banyak pasien yang antre di depan loket BPJS. Sebagian besar adalah pasien berumur, dan juga anak-anak. Memasuki pukul 15.00 WIB, jumlah pasien berkurang karena loket ditutup.

Irwansyah juga mengatakan, banyak puskesmas yang merujuk pasien di Dharmais. Padahal, pasien tersebut belum tentu layak dirujuk ke rumah sakit.

"Dari puskesmas ketemu benjolan dikit aja langsung dirujuk ke Dharmais, padahal kan tidak semua benjolan dikategorikan kanker. Jadi selain kanker, kita tidak terima," ungkap Irwan.

Pihak Dharmais, katanya, telah memberikan penyuluhan terkait kanker ke warga. Sejumlah personel disebar ke berbagai puskesman di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Fenomena lonjakan pasien terus terjadi kendati pemerintah telah menciptakan sistem rujukan bagi peserta JKN. Sakit apa pun, kecuali dalam keadaan darurat, harus berobat ke fasilitas kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit atau dokter spesialis. Jika ini dilanggar, peserta harus bayar sendiri.

”BPJS Kesehatan tetap mengontrak sejumlah fasilitas kesehatan primer dan rujukan yang selama ini bekerja sama dengan penyelenggara asuransi kesehatan sebelumnya,” kata Kepala Grup Manajemen Manfaat BPJS Kesehatan Andi Afdal di Jakarta.

Di sisi lain, ada dorongan agar BPJS Kesehatan membentuk layanan pengaduan untuk memperbaiki pelayanan peserta jaminan kesehatan nasional. Kementerian Kesehatan juga harus rela mendelegasikan sebagian kewenangan kepada BPJS Kesehatan agar kualitas layanan bisa segera ditingkatkan.

BPJS Kesehatan merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yakni tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial yang bertujuan menjamin seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan layak.

Keberadaan SJSN diharapkan akan melindungi masyarakat dari risiko ekonomi ketika sakit, mengalami kecelakaan kerja, pada hari tua dan pensiun, serta kematian.

Pemerintah telah menganggarkan anggaran sebesar Rp 19,93 triliun yang dialokasikan untuk pemberlakukan BPJS sudah siap dalam APBN 2014. Anggaran ini digunakan untuk membayarkan 86,4 juta warga yang tergolong sangat miskin, miskin, dan rentan miskin. Tiga golongan inilah yang akan menjadi prioritas pemerintah mendapatkan bantuan kesehatan.

Pada saat peluncuran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, dirinya tak mau mendengar bahwa ada pasien yang ditolak rumah sakit lantaran tidak memiliki uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com