JAKARTA, KOMPAS.com —
 Langkah-langkah menangani kemacetan di Jakarta masih menyisakan rapor merah. Memasuki tahun keempat sejak ditetapkan November 2010 oleh Wakil Presiden Boediono, penanganan kemacetan belum semuanya terlaksana. Sebagian masih dalam proses penanganan, bahkan ada langkah yang belum terlaksana sama sekali.

Pemerintah pusat dan Pemprov DKI menggelar evaluasi penanganan kemacetan Ibu Kota, Rabu (19/3), di Kantor Wakil Presiden. Beberapa hal baru menjadi perbincangan dalam pertemuan.

Rapor merah penanganan kemacetan yang dimaksud adalah program jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP), penerapan standar pelayanan minimum (SPM) transjakarta, dan penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG).

ERP terkait dengan kepentingan Pemprov DKI dan payung hukum dari pemerintah pusat. Sementara rancangan SPM angkutan publik di Jakarta sudah disiapkan. ”Untuk mengejar SPM, kami sedang menggenjot penambahan bus. Setelah itu, kami segera terapkan. Sementara SPBG mau tidak mau harus ditambah sebab kami sudah membeli banyak bus. Ini kewajiban pusat,” kata Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama seusai menghadiri pertemuan itu di Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Basuki mengusulkan agar Pemprov Banten dan Pemprov Jawa Barat ikut membicarakan persoalan kemacetan Ibu Kota. Selama ini, dua provinsi ini tidak dilibatkan dalam pertemuan itu. Koridor timur-barat, misalnya, kata Basuki, tidak mungkin hanya bicara sektoral di Jakarta.

Basuki juga mengingatkan agar evaluasi penanganan kemacetan seharusnya lebih sering dilakukan. Selama ini, jeda evaluasi terlalu panjang, sementara persoalan kemacetan semakin serius terjadi. Paling tidak, kata Basuki, tiga bulan sekali evaluasi penanganan kemacetan digelar bersama. ”Ini sudah dua tahun tidak ada evaluasi,” katanya.

Tegakkan aturan

Berkaitan dengan upaya penataan transportasi dan penanganan kemacetan yang belum menunjukkan hasil, pengamat dan pakar transportasi mendesak pemerintah menegakkan aturan.

Tulus Abadi dari Dewan Transportasi Kota Jakarta dalam beberapa kali kesempatan selalu mengingatkan pentingnya penegakan aturan di semua lini. Tidak hanya menjaga sterilisasi jalur transjakarta, tetapi juga memproses hukum semua penyelewengan transportasi.

Pakar transportasi, Iskandar Abubakar, saat melihat langsung pelaksanaan proyek mass rapid transit (MRT) di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, mengatakan, penerapan kebijakan pasti akan memicu pro dan kontra.

”Akan ada pengorbanan ketika pembangunan dilakukan, seperti pembangunan MRT. Harus dilihat tujuan ke depan dan untuk siapa pembangunan ini. Kalau memang untuk kepentingan umum, harus diperjuangkan. Pemerintah harus tegas dan berjalan sesuai aturan,” katanya.

Tulus menambahkan, evaluasi dan audit oleh instansi pemerintah atau lembaga independen bisa menjadi acuan untuk memperbaiki sistem dan program kerjanya. (NDY/NEL)