JAKARTA, KOMPAS.com
— Motif penembakan Kepala Pelayanan Markas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Pamudji sampai Kamis petang (20/3) masih belum jelas. Brigadir S masih belum mengakui menembak korban yang sekaligus atasannya di kesatuan tersebut.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, tim penyidik dari Subdirektorat Umum/Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Kriminal Umum masih terus mendalami kasus tewasnya Pamudji berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk di tempat kejadian perkara, dan penyidikan ilmiah.

”Tersangka mengenakan cincin. Di cincin itu ada noda darahnya. Ini sedang disidik secara laboratoris untuk lebih memastikan itu darah siapa. Dilakukan juga tes kebohongan dan kejiwaan terhadap tersangka yang hasilnya masih ditunggu oleh penyidik,” katanya.

Rekonstruksi mini (tanda menghadirkan tersangka dan saksi hanya berdasarkan keterangan mereka) di tempat kejadian perkara sudah dilakukan. Dua proyektil juga sudah ditemukan.

Menurut dua dari empat saksi, terdengar dua kali tembakan sebelum Pamudji mereka temukan sudah tewas bersimbah darah di ruang piket Yanma.

Dalam proses mengungkap perkara terbunuhnya Pamudji, tambah Rikwanto, penyidik mengedepankan investigasi ilmiah. Meskipun tersangka belum mengakui perbuatannya, bukti ilmiah berkata sebaliknya.

Sambil menunggu hasil laboratorium terhadap barang bukti lain yang telah dikirimkan, penyidik juga telah melakukan prarekonstruksi beberapa kali degan pemeran pengganti di tempat kejadian perkara untuk mendapatkan gambaran riil peristiwa yang terjadi.

Sementara itu, Rabu petang, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Heru Pranoto menyatakan Brigadir S sebagai tersangka penembak Pamudji. Penetapan tersebut berdasarkan hasil analisis tes residu, selain juga ditemukan noda seperti percikan darah pada tangan tersangka.

”Hasil tes tersebut menunjukkan ada bekas residu mesiu di tangan pelaku, sedangkan sesuai hasil otopsi korban, tidak ditemukan bekas residu mesiu pada tangan atau kepala korban. Kecil kemungkinan korban melakukan bunuh diri,” kata Heru Pranoto.

Adapun mengenai kondisi personel Polda Metro Jaya yang dalam tugasnya dilengkapi senjata api, lanjut Rikwanto, ada standar prosedur dalam memberi izin dan mengawasi penggunaan senjata api.

Tes rutin untuk mengetahui atau mengevaluasi kelayakan psikologi anggota dilengkapi senjata api minimal dilakukan setahun sekali.

Namun, tes psikologis mendadak atau pemeriksaan kelayakan senjata api dapat dilakukan sewaktu-waktu. Tes itu bisa dilakukan oleh komandan unit dan satuannya ataupun oleh Bagian Propam. (RTS)