Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Transjakarta Berkarat Tak Lepas dari Peran Jokowi-Basuki

Kompas.com - 30/03/2014, 12:54 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.COM - Penetapan dua orang pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada kasus pengadaan bus Transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) berkarat memunculkan berbagai spekulasi.

Koordinator Traffic Demand Management (TDM), Ahmad Syafrudin, mengatakan kasus tersebut tidak lepas dari kebijakan hulu. Menurut dia, dokumen pengadaan barang dan jasa yang bernilai di atas Rp 1 triliun pasti diketahui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. "Tidak mungkin proses tender sebesar itu tidak diketahui gubernur dan wakil gubernur," kata pria yang akrab disapa Puput itu kepada wartawan di Jakarta, Minggu (30/3/2014). 

 
Pengadaan bus Transjakarta dan BKTB sebagai salah satu program unggulan ibu kota seharusnya mendapat pengawasan intensif dari pimpinan daerah. Puput menjelaskan, apabila ada tim pengawas maupun gubernur dan wakil gubernur yang mengawasi proses pengadaan bus, mulai dari kegiatan lelang tender, maka tidak akan ada komponen bus yang berkarat.

Ia menengarai Jokowi-Basuki sengaja melakukan pembiaran proses tender berjalan begitu saja. Dengan itu, maka ada pembiaran terjadinya pelanggaran hukum.

Target pengadaan bus itu terbilang cepat dengan jumlah bus yang fantastis pula. Tahun ini, Jokowi-Basuki menargetkan pengadaan Transjakarta hingga 1.000 unit dan BKTB 3.000 unit. Dengan keadaan yang terdesak itu, proses pengadaan bus tidak sempurna dan terjadi penyalahgunaan anggaran.

Anggaran pengadaan bus itu, kata Puput, mencapai 2 persen dari total APBD DKI 2013, yang mencapai Rp 50,1 triliun.

Ia mengimbau Kejagung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyidik lebih dalam kasus tersebut. Sebab, di balik DA dan ST (dua tersangka) ada yang lebih mendapat keuntungan dari persoalan ini.

 
Hal senada disampaikan Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi. Ia menilai kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp 1 triliun tidak mungkin hanya dilakukan pejabat eselon III. Pihak agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan makelar proyek yang sebelumnya mengaku sebagai tim sukses Jokowi juga harus diperiksa. Bahkan, Uchok menyebut dua tersangka itu sebagai "boneka" saja.

"Bukan mereka yang mendesain korupsi, malah cuma jadi kambing hitam saja. Kalau Kejagung hanya menetapkan mereka bedua sebagai tersangka, seolah-olah Kejagung bermain mata dan melepas kasus itu," kata Uchok. 

 
Uchok lebih menunggu hasil penyidikan KPK. Sebab, kasus yang selama ini ditangani oleh Kejagung, banyak intervensi politiknya. Kasus ini mestinya tidak hanya berhenti di Dinas Perhubungan DKI saja. Soanya, pengadaan ribuan bus itu telah dirancang di DPRD DKI, bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, serta para pengusaha.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com