Hal itu disebabkan karena para tahanan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Selain itu, juga belum ada koordinasi antara KPU DKI dengan Polsek, Polres, dan Polda Metro Jaya dalam hal pendataan.
"Memang mereka (tahanan Polres, Polsek, Polda) tidak terdaftar sebagai pemilih," kata Sumarno, ketika dihubungi wartawan, di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Ia menjelaskan, satu-satunya cara para tahanan Polsek, Polres, dan Polda Metro Jaya mendapatkan hak pilih mereka adalah dengan menghadirkan panitia tempat pemungutan suara (TPS) terdekat.
Upaya itu dilaksanakan seusai pemungutan suara usai. Sekitar satu jam sebelum penghitungan suara, panitia TPS terdekat dengan lokasi, mereka dapat membawa surat suara kepada para tahanan.
Kendati demikian, semua itu kembali bergantung pada ketersediaan surat suara yang ada di TPS. Ia mengkhawatirkan jumlah pemilih di TPS itu sudah cukup, dan para tahanan tidak dapat menggunakan hak pilih mereka.
"Jadi, memang ada kesulitan untuk mengakomodir hak pilih untuk para tahanan. Tapi prinsipnya hak pilih para tahanan tetap ada," kata Sumarno.
Kondisi tersebut berbeda dengan hak pilih yang dimiliki oleh 15000 penghuni rumah tahanan (rutan) dan lembaga permasyarakatan (lapas) di ibu kota. Menurut dia, pihak rutan dan lapas telah berkoordinasi dengan KPU DKI dengan memberikan data para tahanan. Saat pemilu nanti, setidaknya akan ada sebanyak 45 TPS di rutan maupun lapas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.