Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Bicara ke Jokowi, Pemilih Lahan di KBT Belum Direspons

Kompas.com - 08/05/2014, 14:39 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Delapan warga pemilik tanah yang terkena imbas pembebasan lahan proyek Kanal Banjir Timur (KBT) mengaku sudah mencoba menyampaikan keluhan mereka terkait ganti rugi kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Namun, hingga hari ini permintaan itu belum mendapat respons.

Pengacara warga, Eko Takari, mengatakan, pihaknya menduga Jokowi belum mengetahui masalah tersebut. Padahal, sejak awal masa kepemimpinan Jokowi, lanjutnya, upaya bersurat mengenai kejelasan masalah ini sudah dilakukan.

"Kita ada kemungkinan, Pak Jokowi ini tahu atau tidak, kita juga tidak tahu. Soalnya kita sudah minta audiensi ke Gubernur, tapi belum ada tanggapan," ujar Eko, kepada wartawan, di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (8/5/2014).

Terhitung 4 tahun sejak kasus ini ditempuh pihaknya melalui jalur hukum, tidak ada pembayaran yang dilakukan atas hak warga. Padahal, pembicaraan ganti rugi sudah terjadi sejak tahun 2007, saat sosialisasi proyek tersebut. Tuntutan untuk pembayaran ganti rugi juga sudah disampaikan kepada Panitia Pembebasan Tanah (P2T).

"Tapi menurut informasi lisan yang kami terima, menunggu rekomendasi dari biro hukum (Pemprov DKI). Baru kemudian Gubernur memerintahkan untuk membayar. Tapi sampai sekarang kita bersurat ke Gubernur belum dibayarkan," ujar Eko.

Para penggungat terdiri dari 8 orang, yang merupakan para pensiunan PNS dan TNI. Salah satunya, Liza Rosali (73), pensiunan PNS yang memiliki 200 meter persegi lahan yang terkena dampak proyek KBT tersebut. Liza berharap, hak memperoleh ganti rugi dapat segera dibayarkan oleh pemerintah. Ia pun berharap, Gubernur DKI saat ini dapat memenuhi hal itu.

"Tapi Ibu enggak nyalahin Jokowi. Cuma kita sudah ngajuin ke Jokowi, mungkin dia belum sempat baca," ujar Liza.

Perempuan ini memperoleh tanah itu sekitar tahun 1990-an. Kebetulan ada yang menjualnya. Ia mengatakan, membeli tanah itu dengan cara mencicil.

"Kalau Ibu ingat-ingat dulu dapat tanah susah banget. Ada yang jual nawarkan ke Ibu, ya Ibu beli. Itu juga nyicil-nyicil," ujar ibu dua anak ini.

Sesuai dengan JNOP saat itu, nilai jual tanahnya lebih kurang Rp 1,4 juta. Perempuan paruh baya yang hidup mengandalkan pensiunan PNS ini berharap bisa mendapatkan ganti rugi tanah mereka.

"Harapan Ibu tentunya biarpun tanah (saya) sedikit tolonglah dibayar secepatnya. Jangan dikumpul bolak-balik. Kita pasti ingin dibayar secepatnya karena itu hak kita. Karena kita sekarang cuma dikasih pensiunan. Jadi buat biaya hidup layak pada masa depan," ujarnya.

Adapun tujuh nama warga lain, yakni Soedharto Khadam, Soepraptomo Khadam, Leonard Sumali, Trisnowati, Kolonel Chk (Purn) Baruno Atmo, Kolonel Chk (Purn) M Saelan, dan Letkol Chk (Purn) Anwar Mahakil.

Mereka disebut pensiunan PNS dan TNI. Luas lahan itu 4.877 meter persegi, yang terbagi dalam 18 sertifikat tanah yang dimiliki delapan orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com