Managing Director Putera Sampoerna Nenny Soemawinata mengatakan, mekanisme ini dipilih lantaran penerima beasiswa harus ikut memiliki tanggung jawab bagi generasi mahasiwa selanjutnya. Ini didasari, karena selama memberikan beasiswa beberapa tahun, tetapi tidak ada rasa tanggung jawab dari yang menerimanya.
"Dari pengalaman kami beberapa tahun melakukan itu, anak-anak Indonesia yang kita berikan beasiswa merasa tidak punya rasa tanggung jawab atau ikatan apa-apa dengan kami dan juga negara," kata Nenny kepada Kompas.com, di lantai 27 Tower Sampoerna Strategic Square, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2014).
Dua lembaga PSF, yakni Akademi Siswa Bangsa Internasional (ASBI) --setingkat SMA-- dan Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), menurutnya, merekrut siswa siswi dari latar belakang kurang mampu. Proses penerimaan melalui tahapan seleksi dengan serangkaian tes. Para pelajar lulusan ASBI kemudian ditawari untuk melanjutkan ke perguruan tinggi USBI.
Pihaknya lalu membentuk Koperasi Siswa Bangsa (KSB) bagi mahasiswa USBI. Setelah mereka lulus dan bekerja, melalui koperasi ini, alumnus USBI bisa memberikan bantuan mereka kepada generasi setelahnya. Bantuan itu, kata Nenny, berupa potongan 20 persen pendapatan gaji setelah lulusan mereka bekerja.
"Mereka mengembalikan 20 persen dari pendapatannya. Itu betul, kita enggak bilang salah. Nah, dikembalikannya ke mana? Ke KSB. Siapa anggotannya, ya anak-anak ini. Tadi kita sampaikan program harus berkelanjutan dan berkesinambungan, dikembalikan lagi untuk membantu generasi berikutnya seperti mereka," ujar Nenny.
Nenny mengatakan, pihaknya tidak memungkiri adanya CSR dari berbagai perusahaan lain selain mereka untuk dana pendidikan. Tetapi, itu juga digunakan untuk anak didik mereka. "Kami foundation tidak ambil keuntungan," ujarnya.
Mekanisme ini, menurutnya, sudah banyak digunakan di negara lain, seperti AS. Di Indonesia, diakuinya, masih baru. Bagi yang bersedia dengan mekanisme itu, mesti melakukan perjanjian tadi.
"Karena kami menginginkan anak tersebut, kasarnya "giving back", atau membayar ke koperasi di mana anggotannya mereka juga," ujarnya.
Ia mengatakan, perjanjian ini, sudah disampaikan kepada orangtua anak didik mereka sejak awal tahap penerimaan dan melalui mekanisme penentuan. Nenny mengatakan, tidak ada unsur paksaan karena melalui proses tersebut.
"Kami mengatakan, kalau mau ikut perjalanan ini, syaratnya seperti ini," kata Nenny.
20 Tahun dan Rp 800 juta
Nenny mengatakan, pihaknya sudah melakukan perhitungan bagi lulusan yang melakukan giving back tersebut. Menurutnya, proses pengembaliannya tidak selama prediksi penulis pada artikel yang beredar di internet.
"Kalau mereka (alumnus) tetap mempertahankan performance seperti sekarang di kuliah, itu sudah kita hitung maksimal 20 tahun (membayar). Ini yang tertinggi," ujarnya.
Berapa contoh total biaya dan besarnya cicilannya, Nenny tidak menyebut eksplisit. Apakah nilainnya mencapai Rp 800 juta seperti yang tertera pada artikel di internet, pihak PSF tidak menampik.