KOMPAS.com - Lebaran tanpa pembantu membuat sebagian warga Jakarta kelimpungan. Mereka yang biasa menggantungkan urusan rumah kepada pembantu, kini harus bisa mandiri. Jika tidak, konsekuensinya harus mau merogoh kocek lebih dalam lagi untuk mengurangi beban pekerjaan rutin rumah tangga dialihkan ke pekerja infal atau jasa cuci kiloan, katering, dan usaha komersial lainnya.
Pagi (25/7) sekitar pukul 09.00, aroma aneka bumbu yang ditumis memenuhi dapur Endang Nayani, warga Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru. Dia meminta pekerja rumah tangga (PRT) memasak beberapa jenis makanan. PRT lainnya dia minta memasukkan makanan yang telah matang ke dalam rantang, kemudian disimpan ke lemari pendingin.
Kesibukannya sudah dimulai seusai sahur. ”Saya tak pandai memasak. Mereka kan akan mudik Lebaran selama seminggu. Semua masakan ini untuk persediaan ketika mereka pulang,” kata Endang, menyiasati keadaan karena ditinggal mudik para pekerjanya.
Namun, stok itu biasa habis dalam dua hari. Jika itu terjadi mau tidak mau Endang harus pergi ke kedai makan bersama anggota keluarga. Untuk sekali makan di kedai biayanya adalah Rp 100.000. Jadi, pengeluaran makan tiga kali sehari bisa mencapai Rp 300.000
Dalam seminggu, misalnya, Endang dapat menghabiskan Rp 2,1 juta. Pengeluaran itu lebih besar daripada gaji bulanan pekerjanya yang mencapai Rp 1,5 juta juta per bulan. ”Itu belum termasuk ongkos cuci pakaian ke penatu,” ujar Endang.
Dia memperkirakan, biaya hidup yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp 3 juta. Rutinitas seperti itu selalu terjadi setiap menjelang Lebaran. Kesibukan bekerja membuatnya bergantung pada PRT. ”Semua dikerjakan mereka. Jadi, ketika mereka mudik, saya kebingungan.”
Hal yang sama juga dialami oleh Andhos M, pegawai humas di salah satu instansi keolahragaan, Senayan. ”Kalau PRT mudik, saya dan istri mendadak sibuk dua kali lipat,” ujar Andhos.
Dia bersama istri harus berbagi tugas mengurus tiga anak dan rumah tangga. Dia menceritakan, pekerjanya telah pulang kampung.
Padahal, Andhos dan istri masih bekerja. Ketiga anaknya, masing-masing berusia balita, TK, dan SD kelas III, membutuhkan perhatian ekstra.
”Mereka semua suka rewel, mulai urusan makanan hingga main,” imbuhnya. Semua pekerjaan kantor akhirnya dibawa pulang untuk dikerjakan di rumah.
Siang itu, Andhos sedang mendesain flyer iklan. Beberapa telepon masuk dia biarkan. Ketiga anaknya ia biarkan main di ruangan yang tak jauh dari ruang kerjanya.
”Saya dan istri bisa sambil mengawasi anak. Kalau mengenai biaya makan dan cuci, kami mungkin akan pergi ke restoran dan penatu,” ujarnya.
Mengenai biaya makan dan penatu, Andhos menceritakan ongkos lebih besar daripada gaji pembantu per bulan. Besarnya gaji bulanan Rp 1 juta. Jika makan di restoran, biaya sekali makan Rp 100.000-Rp 200.000.
Berburu kulinerBerbuka puasa di restoran dan kafe juga menjadi alternatif bagi warga yang tidak mau direpotkan oleh urusan masak-memasak. Di tempat-tempat tersebut, angka pengunjung di bulan puasa meningkat hingga dua kali lipat jika dibandingkan dengan hari biasa.
”Pukul 17.00, bangku restoran sudah dipenuhi oleh pengunjung yang menantikan buka puasa,” kata Dessy, Manajer Harian Restoran Fish and Co di Pacific Place, Jakarta, Jumat, (25/7).
Fish and Co tidak memberlakukan sistem pemesanan tempat, pelanggan yang datang lebih dulu akan dilayani. Jadi, demi mendapatkan tempat di restoran tersebut, para pengunjung rela menempati kursi-kursi sejak pukul 16.00, meskipun tidak memesan apa pun.
”Kalau tidak diduduki sejak awal, nanti waktu buka puasa tidak kebagian tempat,” ujar Yana, seorang ibu rumah tangga yang menunggu kedatangan lima temannya.
Sementara di restoran-restoran lain, meskipun pengunjung tampak lengang, di setiap meja terdapat tanda bahwa tempat itu sudah dipesan. Adi, pegawai restoran Crystal Jade, mengatakan, umumnya pelanggan memesan tempat dua hingga empat jam sebelum waktu berbuka puasa. Bahkan, untuk rombongan yang beranggotakan empat orang atau lebih, dilakukan sejak dua hari sebelumnya. (A05/A15)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.