JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menolak keputusan majelis hakim terkait ganti rugi lahan di Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Keputusan hakim agar pemerintah mengganti lahan Rp 35 juta per meter persegi tak masuk akal karena harga pasar lahan setempat sekitar Rp 12 juta.

Karena hal itu, Pemerintah Provinsi DKI menolak dan akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kata Wali Kota Jakarta Utara Heru B Hartono, Kamis (21/8), di Jakarta, tidak adil.

Ganti rugi untuk pembangunan jalan akses Tol Tanjung Priok terlalu tinggi. Nilai tanah di lokasi itu setelah ditaksir sekitar Rp 12 juta per meter persegi. Namun, hakim memutuskan pemerintah harus memberikan ganti rugi Rp 35 juga per meter persegi. Heru kecewa karena hakim mengabaikan bukti-bukti yang diajukan Pemerintah Kota Jakarta Utara.

Lokasi tanah yang menjadi kontroversi berada di Jalan Jampea dan Jalan Sulawesi dan sebagian di Jalan Yos Sudarso. Lahan-lahan itu secara administratif berada di wilayah Kelurahan Koja dan Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Semula bidang lahan yang masih alot dibebaskan sebanyak 83 bidang, kemudian sebagian diselesaikan hingga terakhir tersisa 43 bidang tanah.

Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Jakarta Utara Junaedi menyatakan, nilai penggantian lahan Rp 35 juta tidak logis. Beberapa kali tim bersama pihak ketiga menaksir harga tanah setempat dan hasilnya tidak sebanyak itu. Dia mendukung sikap Wali Kota Jakarta Utara Heru B Hartono yang menolak keputusan itu dan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.

Jumat (22/8) pagi, tim P2T, Wali Kota Jakarta Utara berencana menggelar pertemuan dengan perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum. Heru ingin menelusuri faktor apa yang membuat hakim memutuskan ganti rugi Rp 35 juta per meter persegi. Pertemuan tersebut juga merumuskan langkah berikutnya menghadapi pada proses hukum di pengadilan tinggi.

Menurut Junaedi, akses Jalan Tol Tanjung Priok adalah proyek pemerintah pusat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membantu pembebasan lahan di lokasi yang terkena trase jalan. Bertahun-tahun pembebasan lahan itu terkendala soal nilai tanah.

Proyek ini terdiri dari 5 paket pengerjaan yang membentang sepanjang 11,4 kilometer. Diharapkan, hal ini menjadi solusi sementara mengatasi kemacetan di Kawasan Tanjung Priok.

Secara umum pembebasan lahan untuk proyek tol ini sampai pertengahan Agustus telah mencapai 96 persen. Sebagian pemilik atau pengguna lahan yang belum dibebaskan terus berupaya menuntut ganti rugi yang lebih tinggi dibanding tawaran P2T melalui pengadilan.

Sementara pembangunan fisik tol beragam. Seksi E1 di ruas Rorotan-Cilincing, misalnya, sudah beroperasi. Sementara Seksi E2 dan E2A di Cilincing-Jampea mencapai 60-65 persen, Seksi NS Link di Jampea-Plumpang mencapai 87 persen, dan NS Direct di Plumpang sekitar 30 persen.

Belum dapat memastikan

Menurut Junaedi, pihaknya belum dapat memastikan benar atau tidak ada putusan harga ganti rugi tanah hingga Rp 35 juta per meter persegi. ”Saya tidak tahu. Dapat kabar juga dari media massa. Belum ada informasi resmi dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” kata Junaedi.

Jika memang benar Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengabulkan gugatan warga terhadap ganti rugi yang dinilai terlalu rendah, Selasa (17/8) lalu, seharusnya ada surat putusan yang dikirimkan ke Kementerian Pekerjaan Umum. Junaedi selaku Ketua P2T akan menerima tembusan surat putusan tersebut. Namun, sampai kemarin, belum ada kabar resmi apa pun yang diterimanya.

Junaedi menambahkan, menghadapi apa pun putusan hakim terhadap gugatan warga, Kementerian PU punya pendampingan hukum yang akan memberikan masukan dan menentukan langkah hukum yang tepat.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara hingga Kamis sore tidak mengeluarkan tanggapan resmi terkait isu ini. Mangapul Girsang saat dihubungi via telepon mengatakan, dirinya bukan lagi pejabat Humas PN Jakarta Utara.

Saat menghubungi Pengadilan Negeri Jakarta Utara, petugas penerima telepon mengatakan pejabat humas baru, Wisnu Wicaksono, belum bisa menjawab pertanyaan karena masih bertugas di persidangan.

Sementara itu, terkait penggantian lahan untuk proyek pemerintah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menyesuaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) sesuai harga pasar. Penyesuaian ini dilakukan setelah empat tahun terakhir tidak ada penyesuaian. Selain mendongkrak pendapatan dari sektor pajak, penyesuaian ini diharapkan mempermudah proses membebaskan lahan untuk kepentingan proyek pemerintah. (NDY/NEL)