Di stasiun pintu air, tampak sesosok pria nampak sedang membersihkan kain pel yang sudah digunakannya untuk membersihkan lantai stasiun pintu air. Dia adalah Saliri, sang penjaga kebersihan pintu air.
"Bukan saya yang jaga di sini. Kalau yang jaga di sini, lagi nggak ada," jawab dia saat ditanya mengapa masih banyak sampah di pintu air capitol di masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Saliri bukan orang baru dalam urusan bersih-bersih kali. Sejak tahun 1999, ia bergelut dengan sampah di sekitar pintu air sebagai bagian dari Dinas Kebersihan. Ini artinya, ia bergelut dengan sampah-sampah yang dibuang orang-orang ke sungai selama 15 tahun.
Saliri mengatakan, tugasnya adalah membersihkan sampah di pintu air Pasar Baru. Pintu air Pasar Baru ini terletak tepat di seberang pintu air capitol di Masjid Istiqlal. Meski demikian, katanya, sampah yang ada di pintu air Pasar Baru juga sama banyaknya dengan sampah di pintu air capitol.
"Kalau di Pasar Baru lebih banyak botol minuman plastik," ujarnya.
Untuk mengambil sampah-sampah ini, Saliri menggunakan berbagai peralatan sederhana, yaitu getek bambu, galah dan jaring. "Bukan masalah apa-apa sih, kalau pakai perahu karet bisa bolong kena paku, kalau yang pakai drum di bawahnya itu bisa miring nggak seimbang. Makanya lebih enak pakai getek," jelasnya.
Terkadang, ia juga mengambil sampah-sampah tersebut dengan menggunakan kedua belah tangannya.
Ketika bertemu dengan Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, Saliri sedikit menumpahkan keluh kesahnya. Ia mengatakan, tak semua wilayah pintu air punya getek dan jaring untuk membersihkan sampah. Namun, setiap stasiun pintu airnya justru punya perahu karet.
"Makanya pak, kalau boleh di sini ditambahin getek. Saya juga yang bersihin sampahnya juga nggak apa-apa deh, asal fasilitasnya ada," papar Saliri.
Setiap harinya, pria bertubuh kurus dan berkulit coklat gelap ini mengambil semua sampah yang terkumpul mengambang di dekat pintu air. "Sampahnya banyak banget, geteknya bisa sampai penuh (sampah, red)," katanya.
Dalam satu hari, ia bertugas mengambil sampah dua kali sehari, pagi dan sore. Ia mulai mengayuh getek dan menjaring semua sampah-sampah ini pada pukul 07.30 WIB dan pukul 16.00 WIB.
Sampah jadi masalah utama pintu air
Tak cuma Saliri yang mengeluhkan banyaknya sampah di pintu air. Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, mengatakan, sampah adalah masalah utama dalam upaya normalisasi sungai.
"Susah memang kalau sudah kebiasaan (buang sampah di sungai). Padahal ini kan di dekat ibadah, kok masih buang sampah di sungai?" keluh Hermanto saat melakukan kunjungan normalisasi kali Ciliwung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, sampah-sampah yang terkumpul setiap harinya di banjir kanal barat dan timur, jumlahnya cukup besar. "Sampahnya bisa sampai 9-10 ton per hari," katanya.
Namun, setelah proyek normalisasi kali Ciliwung Lama mulai dikerjakan, ia mengklaim sampah di masing-masing banjir kanal sudah berkurang menjadi 6 ton kurang.
"Untuk mengatasi masalah sampah ini, Kami mencoba melakukan pengerukan dasar sungai, melakukan 3R dan pengolahan kompos di beberapa lokasi seperti di Halim dan di jembatan Kalimalang," ujar Hermanto.