Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Kota di Atas Tanggul

Kompas.com - 27/10/2014, 16:39 WIB

KOMPAS.com - Rencana pembangunan tanggul raksasa berbentuk Garuda yang di atasnya terdapat bangunan-bangunan masif mixed-use dan jalan tol di muka Teluk Jakarta memperlihatkan sebuah realitas urbanitas kota kita.

Kota sebagai ekspresi kekuasaan menyiratkan kekuatan uang dan kemiskinan sekaligus. Ruang kota-kota Indonesia pun mengalami keadaan ketika kesenjangan dan pengaruh kekuasaan menjadi fenomena utama kota. Kota-kota Indonesia yang semakin padat sangat rentan bencana, kelompok kaum urban yang rentan pun menempati berbagai ruang kota produktif, terjepit kekuatan kapital yang seakan mengarahkan pembangunan kota ke ruang yang salah.

Kewibawaan produk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2030 sudah langsung dihadapkan pada dilema sejak lahir. Pandangan kapitalistik Pemerintah Provinsi Jakarta dengan keputusan untuk mengganti posisi segenap pemangku kepentingan kota dari stakeholder (pemangku kepentingan) menjadi shareholder (pemilik saham) seolah mengamini titik berat kekuasaan pemanfaatan ruang pada pemilik modal sebagai determinan penting arah kebijakan kota. Maka, jangan salahkan masyarakat memandang produk peraturan daerah ini sangat berpihak pada kekuatan yang memiliki pengaruh, kapital dan hak veto.

Saat ini kita pun dibuat terbelalak dengan rencana pembangunan megaproyek tersebut karena dalam RTRW Jakarta 2030 hanya tercantum indikasi program yang mengatur rencana untuk mencapai penurunan risiko bencana pantai utara Jakarta, salah satunya dengan membangun tanggul. Dalam Kebijakan Penataan Ruang Pasal 6 Ayat 8 dan Pasal 14 tentang Strategi Penataan Ruang, hanya secara selintas ditetapkan tiga tahapan rencana tanggul laut.

Tahap 1 di sepanjang garis pantai Jakarta Utara saat ini. Tahap 2 adalah sepanjang garis pantai untuk melindungi 17 pulau hasil reklamasi. Barulah tahap 3 tanggul yang lebih luar untuk melindungi bagian utara reklamasi. Bentuk dan peruntukan daratan masif berbentuk garuda raksasa tidak tercantum baik di Perda No 1 Tahun 2012 tentang RTRW Jakarta maupun Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang.

Teknokrasi bisa anarkis

Kenaikan muka air laut sudah jamak menjadi sebab dibangunnya berbagai sistem tanggul laut di seluruh dunia. Penelitian memperlihatkan muka laut rata-rata naik 1,6 milimeter hingga 1,8 milimeter tiap tahun di sepanjang abad XX. Lembaga Intergovernmental Panel on Climate Change memproyeksikan kenaikan sekitar 18 sentimeter pada 2050. Tanggul laut berbagai ukuran pun sudah dibangun sejak zaman dulu.

Di Qiantang, Tiongkok, kota tua Batroun di Lebanon, dan Akko di Israel. Bangunan zaman pertengahan di Belanda sampai tanggul modern seperti di Vancouver, Kanada; Galveston di Texas, AS; dan Saemangum di Korea. Di Jepang, 43 persen dari 29.000 km garis pesisirnya dilindungi semacam tanggul. Fungsi lain tanggul pun paling-paling sebagai tempat rekreasi dan untuk menghindari dari ancaman ombak tinggi, tsunami, dan topan.

Kontroversi pembangunan infrastruktur pengendali air masif sebagai intervensi teknokrasi selalu diwarnai isu seputar kelayakan ekonomi, sasaran yang dianggap utopis, analisis dampak lingkungan, dan belum maksimalnya manajemen pengendaliannya. Banyak diskusi soal kurangnya kajian sosial, dampak langsung pada masyarakat sekitar, proses demokratis dalam pengambilan keputusan, serta berubahnya kawasan lindung bakau.

Pro dan kontra pembangunan tanggul laut perlu menilik analisis biaya dan keuntungan serta efektivitas sebagai sebuah intervensi untuk manajemen kawasan pesisir. Kelihatannya pemerintah secara sengaja mengaburkan konsep tanggul laut dan kota di atas tanggul. Ketidaktegasan Pemprov Jakarta dalam menanggapi keanehan program pemerintah pusat ini sarat nuansa gagap teknologi dan terpojokkan dalam dilema rasio antara biaya dan keuntungan sosial.

Bagi Pemprov Jakarta, penanganan masalah banjir di hulu yang seyogianya menjadi fokus utama jauh lebih penting daripada megaproyek ini. Crash-program justru seharusnya segera dilakukan untuk menata sistem tata air dan banjir di Jakarta sesuai rencana yang sudah spesifik diatur dalam indikasi program RTRW 2030 melalui pembangunan kolam-kolam retensi dan revitalisasi waduk dengan berbagai terobosan teknologi untuk mengatur daerah aliran sungai (DAS).

Kegagalan mengelola 13 sungai sistem Cisadane dan Citarum dengan kualitas air buruk akan membuat genangan kolam tanggul menjadi toilet terbesar di dunia! Akan menjadi malapetaka yang disebabkan intervensi teknokratik yang anarkis.
Keberpihakan

Jakarta sebagai bagian dari sistem kota-kota tidak bisa terlepas dari aturan Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali dan RTR Kawasan Strategis Nasional, Penataan Ruang Jabodetabekpunjur dan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Menteri Pekerjaan Umum dalam Kongres IX Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) yang lalu menyatakan pentingnya penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan lahan, serta prinsip pembangunan berkelanjutan yang seharusnya sudah direncanakan sejak proses perencanaan dilakukan.

Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) menjadi hal terpenting sebagai langkah awal dalam menentukan berbagai kebijakan rencana dan program pembangunan berkelanjutan sebagaimana UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, menjadi ironis ketika hal-hal itu justru tidak pernah mengemuka karena pejabat kita yang berpihak pada output, bukan proses dan outcome.

Kenyataannya, megapolitan Jadebotabekpunjur adalah konurbasi perkotaan terbesar di belahan dunia selatan dengan 27,5 juta penduduk, melebihi jumlah penduduk Australia, Selandia Baru, Samoa, dan Fiji jika disatukan. RTRW Jakarta 2030 dibangun atas dasar proyeksi penduduk kota inti 12,5 juta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Rumah Subsidi Pemerintah di Jarah, Pengamat : Bank dan Pemilik Tak Peduli Nilai Bangunan | Calon Pengantin Ditipu WO

[POPULER JABODETABEK] Rumah Subsidi Pemerintah di Jarah, Pengamat : Bank dan Pemilik Tak Peduli Nilai Bangunan | Calon Pengantin Ditipu WO

Megapolitan
Pemerintah Diminta Evaluasi dan Coret Pengembang Rumah Subsidi yang Bermasalah

Pemerintah Diminta Evaluasi dan Coret Pengembang Rumah Subsidi yang Bermasalah

Megapolitan
Kepiluan Calon Pengantin di Bogor Kena Tipu WO, Dekorasi dan Katering Tak Ada pada Hari Pernikahan

Kepiluan Calon Pengantin di Bogor Kena Tipu WO, Dekorasi dan Katering Tak Ada pada Hari Pernikahan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 26 Juni 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 26 Juni 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
Rute KA Jayakarta dan Tarifnya 2024

Rute KA Jayakarta dan Tarifnya 2024

Megapolitan
PKB Harap Kadernya Duet dengan Anies di Pilkada Jakarta, tapi Tak Paksakan Kehendak

PKB Harap Kadernya Duet dengan Anies di Pilkada Jakarta, tapi Tak Paksakan Kehendak

Megapolitan
Cegah Judi Online, Kapolda Metro Jaya Razia Ponsel Anggota

Cegah Judi Online, Kapolda Metro Jaya Razia Ponsel Anggota

Megapolitan
Akhir Hidup Tragis Pedagang Perabot di Duren Sawit, Dibunuh Anak Kandung yang Sakit Hati Dituduh Maling

Akhir Hidup Tragis Pedagang Perabot di Duren Sawit, Dibunuh Anak Kandung yang Sakit Hati Dituduh Maling

Megapolitan
Bawaslu Depok Periksa Satu ASN yang Diduga Hadiri Deklarasi Dukungan Imam Budi Hartono

Bawaslu Depok Periksa Satu ASN yang Diduga Hadiri Deklarasi Dukungan Imam Budi Hartono

Megapolitan
Nasdem Tunggu Arahan Surya Paloh soal Pilkada Jakarta, Akui Nama Anies Masuk Rekomendasi

Nasdem Tunggu Arahan Surya Paloh soal Pilkada Jakarta, Akui Nama Anies Masuk Rekomendasi

Megapolitan
Calon Siswa Tak Lolos PPDB Jalur Zonasi di Depok, padahal Rumahnya Hanya 794 Meter dari Sekolah

Calon Siswa Tak Lolos PPDB Jalur Zonasi di Depok, padahal Rumahnya Hanya 794 Meter dari Sekolah

Megapolitan
Hendak Lanjutkan Koalisi, Parpol KIM Disebut Belum Teken Kerja Sama untuk Pilkada Jakarta

Hendak Lanjutkan Koalisi, Parpol KIM Disebut Belum Teken Kerja Sama untuk Pilkada Jakarta

Megapolitan
Nasdem Harap Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Bisa Dipasangkan dengan Anies atau Sahroni

Nasdem Harap Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Bisa Dipasangkan dengan Anies atau Sahroni

Megapolitan
Ditanya soal PKS Usung Anies di Pilkada Jakarta, Demokrat Prioritaskan Koalisi Indonesia Maju

Ditanya soal PKS Usung Anies di Pilkada Jakarta, Demokrat Prioritaskan Koalisi Indonesia Maju

Megapolitan
Ditanya Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PSI: Mas Kaesang Terbuka

Ditanya Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PSI: Mas Kaesang Terbuka

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com