Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kita Mau Tinggal di Rumah sama Keluarga atau di Penjara"

Kompas.com - 15/12/2014, 12:41 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melakukan perombakan di lingkungan Pemprov DKI mendapat tanggapan dari para pegawai negeri sipil.

Kepala Seksi Operasional Sudin Perhubungan Jakarta Selatan AB Nahor menilai, melalui kebijakan perombakan ini, Ahok hendak mencari pegawai DKI yang bisa bekerja untuk Jakarta Baru.

"Jadi, mungkin beliau sudah menilai bahwa selama dua tahun ini kinerja dari anak buahnya itu bisa dikatakan masih belum bisa menyesuaikan, belum berubah, masih Jakarta lama. Sementara itu, beliau sekarang mau Jakarta Baru," kata Nahor kepada Kompas.com, Senin (15/12/2014).

Nahor berharap, dengan perombakan ini, DKI bisa mendapatkan pegawai yang memiliki kinerja bagus dan dapat ditempatkan pada posisi-posisi yang dibutuhkan. Dengan demikian, lanjut Nahor, pelayanan terhadap masyarakat dapat lebih baik.

"Yang jelas kalau sudah diangkat beliau, ini harus berbenah. Tidak ada pola yang dulu-dulu," ujar Nahor.

Menurut Nahor, menjadi PNS bukan untuk mencari penghasilan besar. "Kalau orang mau kaya, bekerjalah di (kantor) swasta karena PNS ini gajinya terukur. Jadi kalau saya mau kerja jadi PNS, sudah paham bahwa gajinya itu terukur. Kalau mau kerja kaya bukan di sini tempatnya," ujar Nahor.

Dengan perombakan itu, Nahor berharap aparat pemerintah berbenah. Jika melakukan pelanggaran, konsekuensinya adalah menerima sanksi.

"Harus berbenah, kita benar-benar harus mengubah mindset. Kita mau tinggal di rumah sama keluarga, apa tinggal di penjara?" ujar Nahor.

Di tempat terpisah, Wakil Camat Pancoran Johan mengatakan, kebijakan Ahok untuk mengangkat pegawai yang ada di bawah sudah tepat. Sebab, Johan sendiri mengakui bahwa ada pegawai yang berkualitas di jajaran bawah, tetapi belum memiliki kesempatan.

"Memang tidak dimungkiri bahwa banyak karyawan kita yang pada dasarnya punya kualifikasi atau kemampuan yang lebih, tetapi belum terakomodasi di dalam jabatan dan karier," ujar Johan.

Menurut dia, pejabat harus mampu menyesuaikan diri ketika pimpinannya melakukan rotasi. Selain itu, lanjut Johan, pejabat harus siap dengan tugas-tugas baru, di mana saja ia ditempatkan.

"Setiap kebijakan ada perubahan, ada yang dirugikan atau diuntungkan. Kami aparat siap dan sanggup menerima konsekuensi itu. Kita harus melakukan penyesuaian itu. Kalau kita tidak bisa mengimbangi, akan tergusur. Ini konsekuensi logis. Harus tahu ritme pimpinan dan kemauan masyarakat," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com