Sebab, kata Anas, warga Kapuk Teko tersebut lebih memilih bertahan di rumahnya yang berada di atas makam daripada harus pindah ke wilayah lainnya. Padahal, setiap musim hujan warga tersebut kerap kebanjiran dan mengeluhkan kepada pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat.
"Warga Kampung Apung itu lebih milih bertahan di rumahnya. Dan senang kebanjiran saat musim hujan. Saya sudah bingung sama warga sana maunya apa," kata Anas di Kompleks Pemkot Jakarta Barat, Kamis (18/12/2014). [Baca: Jeritan Warga Kampung Apung]
Kata Anas, Pemerintah Provinsi sudah berusaha memberikan ganti rugi sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan memberikan rumah pengganti berupa rusunawa Daan Mogot dan Tambora. Tetapi, semuanya ditolak dan mereka memilih bertahan.
"Jadi permukiman Kapuk Teko itu akan terkena pembangunan trase jalan menuju Bandara Soetta. Nah, kami sudah tawarkan ganti rugi maupun rusun. Tetapi mereka menolak, makanya daripada proyek tersebut terhambat, kami akan gusur secara paksa saja tahun 2015 nanti," kata Anas.
Anas mengatakan, Kampung Apung akan terkena proyek terusan pembangunan Jalan Panjang Raya menghubungkan wilayah Lebak Bulus hingga Bandara Soetta. Jalur ini nantinya menjadi alternatif untuk mempersingkat waktu tempuh dan mengurangi kemacetan.
"Nah, Kampung Apung atau Kampung Teko yang berlokasi di RW 01 Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, ini bakal terkena trase jalan selebar 26 meter," ujarnya.
Karena itu, pemerintah tak bisa menyanggupi permintaan warga untuk membuat taman interaksi ataupun rusunawa di kawasan makam jika nantinya sudah berhasil diuruk.
"Kan mau dibangun jalan setelah diuruk masa malah mau diminta dibuatin rusun sama taman. Enggak mungkin mengorbankan kepentingan banyak orang yang meminta jalan dibuat, daripada memenuhi penduduk Kampung Apung yang jumlahnya cuma sedikit itu," ucapnya.
Rudi Suwandi, Ketua RT 10 Kampung Apung, mengatakan, wacana tersebut sudah berulang kali didengarnya, tetapi urung terjadi. Ia mengaku siap jika memang harus digusur untuk kepentingan banyak orang. Asalkan, kata Rudi, ganti rugi yang diberikan jelas dan tak hanya sekadar wacana. Ia justru menantang pemerintah untuk merealisasikan trase jalan penghubung tersebut. Jika tak berani, lebih baik melakukan normalisasi Kampung Apung saja yang tak kunjung terlaksana.
"Kalau mau digusur silakan, kalau pemerintah berani. Kami siap tetap bertahan di sini. Kami cuma minta satu, yaitu pelaksanaan normalisasi Kampung Apung saja," kata Rudi saat dihubungi. (Wahyu Tri Laksono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.