Kemungkinan cara yang akan dilakukan adalah dengan tetap memasang mesin tiket elektronik baru, tanpa perlu membongkar mesin yang saat ini telah terpasang.
"Jadi yang disengketakan itu kan mesinnya, salah satunya gate. Jadi ya sudah kita bikin saja gate yang baru di depan atau di samping gate yang lama. Yang lama tidak perlu dibongkar," kata Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih kepada Kompas.com, Senin (29/12/2014).
Kosasih menilai cara tersebut merupakan opsi terbaik yang bisa dilakukan agar koridor IV dan VI bisa menerapkan tiket elektronik, seperti halnya sepuluh koridor lainnya.
Karena, kata Kosasih, apabila pemasangan tiket elektronik harus menunggu proses sengketa hukum selesai, maka akan terlalu memakan waktu lama.
"Jadi yang dipermasalahkan itu kan mesinnya, sedangkan mesinnya tidak bisa kita bongkar karena untuk barang bukti. Jadi ya sudah mesinnya kita biarkan saja enggak usah dipakai, tetapi kita pasang mesin yang baru," ucap dia.
Menurut Kosasih, rencana tersebut kemungkinan besar akan mulai direalisasikannya pada Januari mendatang, dengan memulainya terlebih dahulu di halte-halte yang berukuran besar.
"Cara ini bisa dilakukan di halte-halte yang berukuran besar, kita akan lakukan Januari. Jadi akan kita mulai dulu di halte-halte yang luas dan besar, salah satunya di Halte Ragunan," ucap Kosasih.
Masalah hukum yang terjadi terhadap mesin elektronik di koridor IV dan VI adalah digugatnya Bank DKI oleh salah satu perusahaan penyedia mesin elektronik, PT Megah Prima Mandiri (MPM).
Gugatan PT MPM terhadap Bank DKI merupakan penyebab kenapa sampai saat ini tak ada satupun halte di koridor IV dan VI yang menerapkan tiket elektronik. Padahal, koridor VI (Ragunan-Dukuh Atas) merupakan koridor yang sebenarnya harus sudah menerapkan tiket elektronik.
Ragunan-Dukuh Atas tergolong koridor padat penumpang karena melewati kawasan Warung Buncit, Mampang Prapatan, dan Jalan Rasuna Said.
Sengketa hukum Bank DKI dan PT MPM
Sebagai informasi, saat ini Bank DKI sedang dalam status digugat oleh PT MPM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Digugatnya Bank DKI disebabkan karena PT MPM menilai Bank DKI telah melakukan pelanggaran kontrak dengan PT MPM selaku pihak yang telah memenangkan tender mesin tiket elektronik yang diadakan oleh Bank DKI beberapa tahun lalu.
Kejadian bermula pada Juli 2011 saat Bank DKI dipercaya oleh UP Transjakarta untuk menjalankan sistem elektronik. Dalam perjanjiannya, Bank DKI berhak menggandeng mitra strategis.
Setelah melalui proses tender, terpilihlah PT MPM sebagai pemenangnya. Pada tahap awal, PT MPM diminta untuk membangun sarana pendukung tiket ektronik di Koridor VI (Ragunan-Dukuh Atas).
Saat itu, PT MPM diminta melakukannya dengan dana sendiri terlebih dahulu sebelum adanya kucuran dana dari Bank DKI. Namun dalam perkembangannya, pada saat penerapan tiket elektronik diluncurkan di Monas pada 22 Januari 2013, perusahaan yang diberi wewenang dalam pengelolaan tiket elektronik justru adalah PT Gamatechno.
Sementara di sisi lain, Bank DKI belum juga mencairkan dana untuk PT MPM sehubungan dengan fasilitas yang mereka bangun di koridor IV dan VI.
"Kami sangat khawatir dana investasi di koridor IV dan VI terbengkalai. Padahal sampai saat ini Bank DKI masih mempergunakan fasilitas yang telah kami bangun di koridor IV dan VI. Kami merasa tidak ada niat baik dari Bank DKI untuk menyelesaikan masalah ini," kata Direktur Utama PT MPM Tedja Sukmana, di Jakarta, Kamis (4/9/2014).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.