Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih menjelaskan, metode pengelolaan yang pertama adalah menjadikan APTB sebagai bus pengumpan (feeder) bagi layanan transjakarta. Dalam metode ini, bus APTB berfungsi sebagai bus yang mengangkut penumpang dari kawasan penyangga, namun tujuannya hanya sampai di halte transjakarta terdekat.
Dengan demikian, kata Kosasih, bus APTB tidak diperkenankan masuk ke jalur transjakarta. Dengan metode ini, sistem pengelolaan APTB tidak harus mengikuti sistem pengelolaan transjakarta. Bus tetap bisa memungut uang tunai kepada penumpang di dalam bus.
"Jadi untuk metode feeder, contohnya dari Tangerang ke Jakarta. Mereka bisa menurunkan penumpang di Kalideres. Setelahnya, mereka kembali ke tempat asal," kata Kosasih, Kamis (8/1/2014).
Sedangkan metode yang kedua, kata Kosasih, adalah tetap membebaskan bus APTB masuk jalur transjakarta, namun dengan syarat, sistem pengelolaannya mengikuti aturan yang diterapkan dalam pengelolaan layanan bus transjakarta, yakni pembayaran per kilometer. Dengan cara ini, lanjut Kosasih, penumpang yang naik APTB dari halte transjakarta tidak lagi dikenakan biaya tambahan saat di dalam bus, karena pembayarannya telah dihitung saat penumpang tersebut masuk ke halte.
Kosasih menilai metode ini akan efektif dalam memperkuat pelayanan transjakarta di koridor-koridor yang kekurangan armada. "Jadi akan kami tawarkan rupiah per kilometer. Nanti, akan ada hitungannya karena APTB akan masuk jalur bus transjakarta," papar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.