Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada TKD Dinamis Rp 30 Juta untuk Anggota TGUPP

Kompas.com - 04/02/2015, 08:27 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika mengatakan, pegawai negeri sipil (PNS) eselon II yang saat ini tergabung dalam Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak mendapatkan tunjangan kerja daerah (TKD) dinamis dengan nilai maksimal Rp 30 juta.

Hal ini berbeda dengan rekan sejawatnya yang mengepalai satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Agus menjelaskan, penyebab para anggota TGUPP tidak mendapatkan TKD dinamis karena mereka tidak memiliki bawahan. Dengan demikian, para anggota TGUPP "hanya" akan mendapatkan gaji pokok Rp 3,5 juta, TKD statis Rp 30 juta, dan tunjangan transportasi Rp 9 juta.

"Kalau PNS tidak punya staf, maka tidak dapat TKD dinamis karena mereka tidak bisa menilai 360 derajat. Tapi, untuk TKD statis, masih dapat," kata Agus, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (3/2/2015).

Seperti yang diberitakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi menerapkan sistem baru pola penggajian PNS. Dalam sistem baru tersebut, diterapkan TKD yang dibagi atas TKD dinamis dan TKD statis. Sistem ini berlaku untuk semua PNS, dari tingkat eselon I, II, III, IV sampai dengan PNS non-eselon.

TKD dinamis adalah TKD yang dihitung berdasarkan apa yang telah dikerjakan oleh si PNS, sedangkan TKD statis dihitung berdasarkan tingkat kehadiran.

Menurut Agus, pada penghitungan TKD dinamis, setiap pekerjaan yang diselesaikan akan bernilai satu poin yang dihargai Rp 9.000. Jumlah ini berlaku sama dari level PNS di tingkat tertinggi, yakni sekretaris daerah sampai dengan staf biasa.

Namun, semakin tinggi jabatan seorang PNS, maka semakin banyak pula pekerjaan yang harus ia selesaikan. Dengan demikian, jumlah poin yang akan dikumpulkan juga akan semakin banyak.

Penilaian kerja untuk mendapatkan TKD dinamis dilakukan secara berantai. Agus menjelaskan, kinerja seorang PNS akan dinilai oleh PNS lain yang menjadi atasannya.

PNS di level terendah akan menginput data apa saja pekerjaan yang telah diselesaikannya pada hari itu. Data tersebut akan dikirim ke atasannya yang nantinya akan melakukan pengecekan ulang. Pejabat yang menjadi atasan itu juga akan melakukan hal yang sama.

Pola ini berlaku terhadap semua PNS yang berstatus non-eselon, eselon IV, maupun eselon III.

Menurut Agus, para pejabat di level eselon II yang menjadi kepala SKPD tidak perlu melakukan input data mengenai pekerjaannya karena TKD dinamisnya akan dihitung berdasarkan kinerja SKPD yang ia pimpin.

Sebagai contoh, TKD milik kepala Dinas Perhubungan akan dihitung berdasarkan kinerja jajaran aparat dari instansi tersebut dalam menertibkan parkir liar dan angkutan umum yang ngetem sembarangan.

"TKD pejabat eselon II itu TKD 'sundulan'. Jadi, berdasarkan kinerja anak buahnya," kata Agus.

Agus mengatakan, proses input data dibuka dari pukul 15.00-08.00. Tujuan pemberlakuannya dilakukan pada jam-jam tersebut adalah agar para pejabat bisa memanfaatkan jam kerjanya secara maksimal hanya untuk bekerja. Penginputan data sendiri akan dilakukan lewat sistem e-kinerja.

"Input kita buka dari pukul 03.00 sore sampai 08.00 pagi. Artinya, dia boleh input dari rumah. Input data masih bisa dua hari setelah hari H. Ditutup setelah hari keempat," pungkasnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Megapolitan
Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Megapolitan
Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Megapolitan
Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Megapolitan
Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Megapolitan
Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Mayat Laki-laki dalam Kondisi Membengkak Ditemukan di Kamar Kontrakan Depok

Megapolitan
4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

4 Anggota Polda Metro Jaya Terlibat Pesta Narkoba, Kompolnas: Atasan Para Pelaku Harus Diperiksa

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Polisi Tangkap 3 Pelaku Sindikat Pencurian Motor di Tambora

Megapolitan
Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Dukcapil DKI Catat 1.038 Pendatang Baru ke Jakarta Usai Lebaran 2024

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Polisi Tangkap Pemuda yang Cabuli Anak 5 Tahun di Cengkareng

Megapolitan
Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Usai Rampas Ponsel Pelanggan Warkop, Remaja di Bekasi Lanjut Begal Pengendara Motor

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Pemprov DKI Siapkan Mitigasi Cegah Risiko dan Dampak Perekonomian Setelah Jakarta Tak Lagi Ibu Kota

Megapolitan
Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Polisi Tangkap TikTokers Galihloss Buntut Konten Diduga Nistakan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com