"Saya hanya pernah mengatakan, saya bertemu Erick di rumah temannya. Ketika saya bertemu Erick, dia juga tidak meminta apa pun. Jadi, saya berpikir positif," kata Retno, Senin (23/2/2015) malam, di Jakarta.
Kalaupun disebut diskriminatif karena hanya menghukum sebagian siswa yang terlibat pengeroyokan, Retno mengatakan, pihaknya masih dalam proses mengidentifikasi kesalahan siswanya sehingga dalam pengembangannya, hukuman skors juga dapat diberikan kepada siswa lainnya.
Retno kembali menegaskan, ia hanya ingin memberikan sanksi bila siswanya melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Karena itu, pemberian sanksi merupakan bentuk penegakan aturan. (Baca: Siswa SMA 3 Setiabudi Tak Gentar Dilaporkan Oleh Alumni)
"Saya hanya ingin membuat lingkungan sekolah yang nyaman. Maka, saya perlu memutus mata rantai kekerasan," kata Retno.
Menurut kuasa hukum Retno dari Lembaga Bantuan Hukum, Rachmawati Putri, pelaporan Retno atas tuduhan diskriminatif merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi. Ia mengatakan, diskriminasi merupakan pembatasan berdasarkan SARA. (Baca: Kepala Sekolah SMA 3 Setiabudi Beberkan Kekerasan yang Dilakukan Senior)
"Namun, dalam kasus ini, Bu Retno memberikan sanksi karena ada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Maka, hal ini tidak bisa dibawa ke ranah pidana," kata Rachmawati.
Sebelumnya, orangtua salah seorang siswa, Frans Paulus, menyebutkan alasan pelaporan Retno ke Polda Metro Jaya atas tuduhan telah bersikap diskriminatif. Ia mengatakan, Retno pernah berkata Erick adalah anak seorang jenderal, rumahnya pun besar. (Baca: Mengaku Dicabuli, Siswi SMA 3 Setiabudi Laporkan Erick ke Polisi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.