Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjibaku Menuju Tempat Kerja...

Kompas.com - 10/03/2015, 17:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Menyiasati kepadatan lalu lintas, sejumlah warga mengandalkan bus transjakarta untuk bepergian, termasuk ke tempat kerja. Namun, padatnya kendaraan pribadi yang menyerobot jalur khusus bus transjakarta menghambat laju bus itu.

Akhirnya, waktu tunggu bus molor dari jadwal. Selain itu, terjadi penumpukan penumpang di hampir semua halte transjakarta.

Cyntia Ayu (23), mekanik di perusahaan swasta, dengan wajah pucat berdiri di dalam bus transjakarta. Butiran keringat dingin membasahi kening dan lehernya. Perempuan yang indekos di Jalan Pasar Genjing, Jakarta Timur, itu menunggu bus lebih dari 30 menit pada Senin (9/3) pagi.

Dia naik bus dari Halte Pramuka. Kondisi halte yang kecil dan disesaki ratusan penumpang membuat tubuhnya makin lemas. Begitu masuk ke dalam bus, dia masih harus berdesak-desakan dengan puluhan penumpang lain.

”Kepala saya pening. Karena buru-buru, tadi tidak sempat sarapan,” katanya.

Setiap hari Ayu harus berangkat dari Jalan Pasar Genjing pukul 06.30 menuju kantornya di daerah Sudirman, Jakarta Pusat. Perempuan itu sebenarnya ingin mencoba angkutan umum lain yang bisa menjanjikan kenyamanan. Namun, kondisi jalanan di Ibu Kota yang selalu padat memaksanya menggunakan bus transjakarta. ”Naik angkutan umum lain pasti lebih lama sampai,” katanya.

Di Halte Pulo Gadung, Jakarta Timur, bus transjakarta jurusan Pulo Gadung-Dukuh Atas berangkat setiap sepuluh menit sekali.

Berkecepatan 40-60 kilometer per jam, bus bergerak melintasi jalur khusus bus transjakarta di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Mendekati persimpangan Jalan Pramuka, kepadatan lalu lintas mulai terasa.

Puluhan pengendara sepeda motor dan mobil masuk ke dalam jalur khusus bus transjakarta. Kondisi itu menyebabkan bus harus melaju dengan kecepatan 10 kilometer per jam.

Kereta

Kereta api yang disebut-sebut sebagai moda tranportasi ”terjadwal” juga tak selamanya menolong kaum pekerja. Kisah kereta telat selalu saja menjadi menu sehari-hari. ”Kalau sudah berangkat pagi, tetapi kereta datang telat, tetap saja saya telat sampai di kantor,” kata Sari (35), karyawati di kawasan Sudirman.

Senin pagi itu, Sari yang tinggal di Depok, Jawa Barat, kembali harus mengalami keterlambatan kereta. Mestinya, kereta tujuan Stasiun Sudirman berangkat dari Stasiun Manggarai pukul 08.45, tetapi kereta itu baru tiba pukul 08.50 dan berangkat pukul 08.52.

”Saya masuk pukul 09.00, dan pastinya saya telat. Apalagi kereta sudah sesak sekali. Mendingan nunggu kereta selanjutnya,” kata Sari.

Kepadatan penumpang kereta di pagi hari memang bukan main. Apalagi jika kereta terlambat tiba, akibatnya penumpang pun menumpuk.

Para penumpang tak lagi hanya berdesakan masuk gerbong. Namun, mereka juga memaksakan diri dengan mendorong-dorong penumpang yang sudah di dalam gerbong agar tubuh mereka dapat menyelip masuk di antara penumpang yang berdiri berimpitan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com