Kejadian "penyanderaan" itu mulai terjadi sejak Selasa (2/6/2015) malam. Pihak direksi JMT hendak membawa bus yang berada di dalam pull tersebut untuk dioperasikan. Caranya dengan membawa ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di kawasan Hek.
"Jadi mau dibawa keluar. Alasannya sama orang kantor mau diisi BBG. Tapi kenyataannya di sana sudah ditunggu sama sopir dari luar," kata Ino (45), salah satu sopir transjakarta dari JMT, kepada wartawan, di Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Rabu (3/6/2015).
Namun, lanjut Ino, rencana itu diketahui para pengemudi bus JMT. Akhirnya, bus-bus itu dibawa pulang kembali ke pull. "Karena kenyataannya di sana sudah ditunggu sama sopir-sopir dari luar. Saya enggak usah sebutkanlah. Enggak jadi, akhirnya balik lagi. Sekarang kita jaga sampai tuntutannya selesai," ujar pria yang telah bekerja sebagai pengemudi JMT sejak 2007 itu.
Ino menjelaskan, pihaknya menuntut agar JMT bernegosiasi dengan para pengemudi mengenai kenaikan upah. Dia mengklaim, kenaikan gaji di JMT hanya terjadi ketika ada perubahan UMP DKI saja. Tuntutan para sopir untuk menegosiasikan kenaikan upah dengan pihak direksi JMT tidak menemui kesepakatan.
"Intinya, sejak saya di sini dari 2007 sampai sekarang segitu. Gaji naik cuma karena ikutin UMR. Enggak ada tawaran sanggupnya nambahin berapa," ujar dia.
Kepala Bagian Administrasi Operasional PT JMT Suratman membenarkan bahwa pihaknya hendak membawa 15 bus tersebut ke Hek, Kramat Jati, bus untuk dioperasikan melalui operator lain. Namun, pengemudi yang mogok keburu mencegatnya.
"Kita kan swasta, kita tetap harus operasi. Cuma saat mau dibawa dicegat sama para sopir. Pintu gerbang juga diblokir sama mereka. Akhirnya enggak jadi dibawa," ujar Suratman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.