Direktur Komunikasi Uber kawasan Asia Selatan, Karun Arya, menjelaskan bahwa taksi Uber menerapkan sistem pembayaran dengan kartu kredit untuk menagih biaya jasa kepada para pengguna.
Ia yakin, dengan pola tersebut, perusahaannya memiliki catatan pembayaran yang lebih akurat dibandingkan perusahaan-perusahaan taksi yang masih menerima metode pembayaran secara tunai.
"Bila dengan metode tunai, apakah bisa diperiksa jumlah pajak yang dibayarkan sesuai dengan jumlah penghasilan yang mereka terima?" ujar Arya saat dihubungi, Jumat (19/6/2015).
Dia juga menegaskan penerapan sistem pembayaran dengan kartu kredit akan memudahkan aparat pemerintah untuk melakukan pengawasan.
"Setiap penghasilan yang diterima pengemudi secara otomatis terdebet ke rekening bank. Setiap transaksi bisa dilacak. Pemerintah bisa meyakini bahwa Uber membayar pajak dengan jumlah yang benar-benar tepat," ujar pria asal India itu.
Sebelumnya, Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyebut taksi Uber menipu Pemerintah Republik Indonesia karena beroperasi ilegal dan tidak memiliki izin
Menurut Shafruhan, Indonesia memiliki aturan tersendiri. Semua orang yang berada dalam wilayah Indonesia harus menaati aturan yang berlaku. [Baca: Organda Sebut Taksi Uber Tipu Pemerintah]
Sementara itu, Ketua I Organda DKI Jakarta Priyatmedi mengatakan, taksi Uber tidak sehat dalam bersaing di dunia usaha. Mereka mematok tarif murah, yakni Rp 6.000, untuk satu kali buka pintu. Padahal, tarif resmi dari Organda adalah Rp 7.500.
"Mereka tak bayar pajak. Jelas saja tarifnya murah. Mereka juga tak punya izin usaha," kata Priyatmedi. [Baca: Hal yang Diinginkan Ahok dari Taksi Uber]