Gugatan telah dilayangkan sejak awal Juli 2015 silam. Komunitas tersebut menilai bahwa surat perintah bongkar yang dikeluarkan tidak sah.
Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengatakan surat perintah pembongkaran yang dikeluarkan tidak sah karena hasil verifikasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan sebagian warga Kampung Pulo memiliki sertifikat tanah yang sah.
"Dasar hukum gugatannya karena kan mulai dari itu dianggap tanah ilegal, ternyata semua atau sebagain besar-lah, (warga Kampung Pulo) punya sertifikat. Dan ini sudah diserahkan ke Pemprov DKI, dan dibuktikan di BPN, itu sah. Jadi dasar untuk bongkar paksa tanpa ganti rugi itu yang tidak sah," kata Sandyawan kepada Kompas.com, Rabu (29/7/2015).
Kendati demikian, lanjut Sandyawan, bahwa proses gugatan tersebut sedang dalam proses damai. Pekan ini pihaknya akan bertemu dengan Pemprov DKI untuk membuat nota kesepakatan.
"Poinnya cukup banyak, misalnya kesepakatan yang menyangkut soal verifikasi kembali tanah milik. Kalau jadi, (gugatan) itu dicabut," ujar Sandyawan.
Mewakili warga Kampung Pulo, Sandywan mengatakan sejauh ini hubungan pihaknya dengan Pemprov DKI mengalami kemajuan. Ini ditandai dengan sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyetujui rencananya soal desain pembuatan rusunnami di lokasi tersebut.
"Kita dari pihak Ciliwung Merdeka sebagai fasilitator dan komunikator warga Kampung Pulo sudah ketemu pihak Gubernur dan terjadi beberapa kesepatan luar biasa, antara lain ganti ruginya berupa tempat pemukiman baru. Bahkan oleh Gubernur akan dibuat 1,5 kali lipat," ujar Sandyawan.
"Misalnya kamu punya 100 meter tanah, akan diganti 150 meter. Tanah itu (nanti) akan dimiliki Pemprov DKI, dan warga akan diberi sertifikat. Dan di Kampung Pulo bangunannya akan dibangun rusunami namanya, bukan rusunawa. Itu yang ditawarkan gubernur," ujar Sandyawan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempersilakan warga Kampung Pulo menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, terkait pengiriman surat peringatan (SP) tahap 1 oleh Satpol PP Jakarta Timur tentang pengosongan rumah warga.
"Enggak apa-apa kalau mau gugat kami. Silakan saja, enggak masalah. Semua orang punya hak. Lihat saja prosesnya seperti apa," kata Basuki di Balai Kota, Selasa (28/7/2015). [Baca: Ahok Persilakan Warga Kampung Pulo Gugat Pemprov DKI]
Gugatan dilayangkan karena warga menganggap surat perintah Satpol PP Jakarta Timur yang diterima pada tanggal 15 Juni 2015 itu dianggap telah menyalahi UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004 Pasal 53 ayat 2 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pemprov DKI dianggap menyalahi aturan dalam proses pembuatan dan pengiriman SP tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.