JAKARTA, KOMPAS.com – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri memantau jalannya persidangan terdakwa kasus korupsi pengadaan UPS, Alex Usman, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Polri Kombes (Pol) Erwanto mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menindaklanjuti temuan baru dalam fakta persidangan tersebut. Ini termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana korupsi itu.
"Begitu ada fakta (persidangan) baru, harus tertuang dulu dalam putusan hakim agar nantinya bisa kami tindak lanjuti," ujar Erwanto kepada Kompas.com, Kamis (29/10/2015).
Erwanto memastikan bahwa pihaknya berkoordinasi terus dengan jaksa penuntut umum perkara itu. Jika dalam persidangan Alex membuka keterlibatan pihak lain dalam perkara itu, penyidiknya tidak ragu menerbitkan surat perintah penyelidikan baru.
Bahkan, penyidik tidak mempersoalkan jika dalam keterangan persidangannya nanti, Alex mencabut keterangannya.
“Bagi kita tidak masalah, bahkan jika dia mencabut keterangan. Justru itu membuat kami yakin bahwa ada kejanggalan dalam kasus itu,” ujar Erwanto.
Namun, Erwanto masih enggan mengomentari dakwaan jaksa dalam sidang perdana Alex, Kamis siang tadi. Penyidiknya lebih memilih untuk menunggu putusan hakim atas kasus itu.
DPRD DKI Terlibat?
Dalam sidang perdana Alex Usman, Jaksa Tasjrifin M.A Halim menyatakan dalam dakwaannya bahwa Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta H.M. Firmansyah dan anggotanya, Fahmi Zulfikar Hasibuan mengarahkan proyek pengadaan UPS agar masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan tahun 2014.
Alex berencana menjadikan UPS sebagai barang pengadaan di Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat. Padahal, Sukdin Dikmen tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS.
Alex kemudian melakukan pertemuan dengan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Fahmi Zulfikar Hasibuan yang juga menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar).
"Dalam pertemuan tersebut membicarakan supaya dianggarkan pengadaan UPS dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2014 untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat dengan harga perunitnya sebesar Rp 6 milyar," kata Jaksa Tasjrifin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis.
Pertemuan itu juga dihadiri Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima Harry Lo dan Marketing PT Offistarindo Adhiprima Sari Pitaloka.
Dalam kesempatan itu, Fahmi meminta fee 7 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 300 miliar jika anggaran UPS dikabulkan.
Untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Fahmi kemudian bekerjasama dengan Firmansyah mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Namun, pengadaan tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD mitra hingga akhirnya disetujui dan dituangkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014.
Dalam pengadaan UPS, Harry Lo bekerja sama dengan CV Harjady dari CV Istana Multimedia Center dan Zulkarnaen Bisri dari PT Duta Cipta Artha untuk menjadi distributor UPS.
Alex dan Harry sepakat meloloskan perusahaan tersebut sebagai pemenang lelang. Padahal, proses lelang belum dilakukan. Setelah itu, dibuatlah sejumlah dokumen untuk pengusulan pelelangan UPS seolah-olah diajukan oleh perusahaan-perusahaan itu. Para distributor masing-masing menerima uang dari sejumlah perusahaan di bawah koordinasinya. Uang yang masuk ke PT Offistarindo Adhiprima dan PT Istana Multimedia Center dikeluarkan dengan berbagai transaksi. Sesuai kesepakatan awal, PT Offistarindo Adhiprima menyediakan fee sebesar 7 persen atau Rp 21 miliar untuk anggota DPRD DKI Jakarta. "Dengan cara beberapa kali menyerahan uang secara tunai yang dibungkus dengan bungkusan warna coklat seperti kertas satu rim yang dimasukan ke dalam tas kecil warna hitam. Selanjutnya diberikan kepada Ahmad Marzuki, security rumah kost milik anak Terdakwa Alex Usman," kata Jaksa. Uang tersebut sempat beberapa kali berpindah tangan, dan akhirnya diserahkan kepada Firmansyah melalui kakanya, Trisnawati. Dalam dakwaan itu sendiri, Alex diancam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.