Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian kerja sama (PKS) Nomor 4 Tahun 2009 tentang pemanfaatan lahan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantergebang.
"Dari lima poin kesepakatan, hanya satu yang tidak dilanggar," kata Sanusi saat dihubungi, Kamis (5/11/2015).
Menurut Sanusi, lima poin yang disepakati pada saat itu adalah jalur pengangkutan, waktu pengangkutan, kondisi kendaraan pengangkut yang tidak boleh meninggalkan dampak negatif di daerah yang dilewati, kondisi TPST Bantargebang yang harus dalam keadaan baik, dan community development 20 persen untuk daerah yang terkena dampak dari keberadaan TPST Bantargebang, yakni Bekasi.
Khusus untuk poin yang keempat, Sanusi menganggap hal itu bukan sepenuhnya tanggung jawab Pemprov DKI. Sebab, pengelola TPST Bantargebang adalah PT Godang Tua Jaya.
"Tapi yang pasti selama ini yang tidak kita langgar hanya community development 20 persen," ujar dia.
Atas dasar itu, Sanusi menganggap Pemprov DKI dan Pemkot dan DPRD Bekasi perlu duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini.
Ia pun meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak melakukan tindakan yang berpotensi memperkeruh suasana.
"Hanya perlu duduk bareng. Dan kalau kita memang salah, harusnya jangan ngotot. Seperti kemarin saat truk sampah terjaring razia, harusnya kan bilangnya "Ok, kami salah. Akan kami perbaiki," ujar Sanusi.