Namun, tak berselang lama, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengkarifikasi surat tersebut setelah menimbulkan polemik di masyarakat sehingga seolah-olah ojek termasuk ojek online berbasis aplikasi yang sedang marak saat ini bakal dilarang beroperasi.
Jonan kembali mengingatkan bahwa sesuai undang-undang, sepeda motor memang bukan alat transportasi umum.
Namun, ia mengatakan, masyarakat tetap diperbolehkan menggunakan ojek sampai sistem transportasi massal dapat digunakan secara nyaman oleh masyarakat.
Presiden Joko Widodo lewat Twitter juga bereaksi terhadap polemik tersebut. Ia menilai ojek masih dibutuhkan oleh masyarakat.
Larangan yang dikeluarkan Kemenhub memang sempat menuai kritikan dari sebagian besar masyarakat.
Melalui akun di media sosialnya, mereka menilai pemerintah tidak bisa melarang ojek jika tidak mampu menyediakan sarana angkutan umum yang memadai.
Menurut warga, sampai saat ini pemerintah belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan sarana transportasi umum yang memadai.
Setidaknya hal itulah yang diungkapkan sejumlah warga yang tinggal di kawasan Jabodetabek.
Ahmad (32) mengatakan, alasan utamanya menjadi pelanggan setia ojek lebih disebabkan kemudahan.
Menggunakan ojek, ia tidak perlu lagi berpindah-pindah moda seperti halnya ketika menggunakan transportasi umum reguler.
Ahmad tinggal di kawasan Tanah Baru, Depok. Sedangkan tempat kerjanya terletak di kawasan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
"Dari rumah, gue ke kantor harus naik angkot-KRL-bus-jalan kaki. Itu berangkatnya doang. Salah enggak kalau gue lebih pilih naik Go-jek yang cuma sekali naik, bayar Rp 15.000?" ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (18/12/2015).
Lain halnya yang dialami Tiara (30). Ia mengaku kerap menggunakan layanan ojek. Penyebabnya, karena ketiadaan layanan transportasi umum yang memadai dari kawasan tempat tinggalnya di Ciledug, Tangerang. Sehari-harinya, ia bekerja di kawasan Jalan TB Simatupang.