Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krishna Murti: Kalijodo Dulu seperti Lorong Neraka

Kompas.com - 19/02/2016, 06:13 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalijodo dulu dan sekarang sudah berbeda di mata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti.

Wajah Kalijodo sekarang menurut Krishna tak seseram dulu. Krishna membandingkan dengan Kalijodo tahun 2002 saat dirinya masih menjadi Kapolsek Penjaringan dengan kondisi saat ini.

"Kalijodo sekarang ini jauh berbeda dengan zaman saya kapolsek," kata Krishna mengawali ceritanya ketika mendatangi Kalijodo, Jakarta Utara, Kamis (18/2/2016).

Dulu, lanjut Krishna, bangunan hiburan malam di Kalijodo begitu menjamur. Bahkan, kata dia, tepi Banjir Kanal Banjir (BKB) sampai digunakan untuk didirkan bangunan. Sekarang sudah ada Jalan Inspeksi.

"Dulu bantaran sungai semua tertutup bangunan, kanan, kiri tertutup atas tertutup," ujarnya.

Tahun 2002, kata dia, ada sekitar 2.000-an preman di sana. Akses masuk Kalijodo dulu pun begitu seram.

"Jadi masuk itu, kayak masuk ke lorong neraka," ujarnya.

Menurut dia, ada tiga titik lokasi judi besar yang ada di Kalijodo waktu itu. Peta konflik di Kalijodo menurutnya juga tinggi, karena perseteruan antar kelompok.

"Kemudian kami hantam selama beberapa lama perangnya, resistensi itu. Tentunya menggunakan pola-pola agar konflik tidak terjadi. Karena di sini peta konfliknya tinggi, selalu membakar, ada tiga kelompok besar, yakni Bugis, Mandar dan Serang," ujar Krishna.

Pada suatu kejadian, nyawa Krishna terancam di lokasi itu. Ia sempat ditodong denga pistol saat sedang menyelidiki sebuah kasus kematian di Kalijodo. Kejadian itu diungkap Krishna dalam bukunya "Geger Kalijodo".

Krishna melanjutkan, sejak tahun 2002 kawasan itu berubah kondusif setelah polisi merazia. Saat itu hendak dimunculkan wacana mendirikan taman. Namun, rencana pembangunan taman tak pernah terealisasi.

Ia berharap saat ini pemerintah serius mengubah lokasi itu sesuai dengan kebijakannya.

"Kalau sekarang mau ditata harus konsisten, ratakan, jadi taman, kemudian tidak tumbuh lagi (pemukiman) seperti di kolong tol, (bisa jadi seperti) di Ria Rio itu kalau konsisten. Insya Allah aman," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com