JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menjelaskan dasar hukum yang ditetapkan dalam pelaksanaan reklamasi pantai utara (pantura) Jakarta.
Hal ini diungkapkan sekaligus untuk menjelaskan informasi simpang siur tentang dasar hukum reklamasi yang selama ini dipermasalahkan oleh sejumlah pihak.
"Dasar hukumnya, kita tetap mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Khususnya ada di Pasal 4, mengatakan bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi itu ada pada Gubernur DKI Jakarta. Kemudian adanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008," kata Tuty kepada Kompas.com di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (4/4/2016).
Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dikeluarkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Sementara itu, Perpres Nomor 54 Tahun 2008 berisi aturan tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.
Menurut Tuty, selama ini, yang dipermasalahkan adalah mengapa Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tetap dipakai sebagai acuan, padahal sudah ada Perpres Nomor 54 Tahun 2008.
"Peraturan yang dicabut itu soal tata ruangnya. Kewenangannya dan perizinan itu tidak dicabut," ujar Tuty.
Adapun yang dipakai dalam Keppres Nomor 52 Tahun 1995 hanyalah Pasal 4, yang berbunyi: Wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Selain itu, ada juga Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 1995 yang merupakan turunan dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta. Perda tersebut menjadi landasan hukum bagi berjalannya proyek reklamasi sejak tahun 1995 hingga sekarang.
Adapun, saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku badan eksekutif masih membahas dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) serta Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Kedua raperda tersebut memiliki keterkaitan dengan proyek reklamasi 17 pulau buatan di Pantura Jakarta.