Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghapusan "Three In One", Solusi atau Malah Menambah Kemacetan?

Kompas.com - 05/04/2016, 07:04 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Uji coba penghapusan sistem "three in one" akan dimulai hari ini, Selasa (5/4/2016) hingga sepekan ke depan. Nantinya hasil uji coba tersebut akan menjadi rujukan untuk membuat keputusan apakah sistem tersebut akan tetap diberlakukan ataukah dihapuskan.

Jika di saat masa uji coba tersebut tidak terjadi kepadatan kendaraan di sejumlah ruas jalan protokol Ibukota, maka sistem tersebut akan dihapuskan. Namun jika terjadi kepadatan kendaraan, sistem tersebut masih akan berlaku hingga nantinya ada sistem lain yang mampu mengurangi kepadatan lalu lintas di Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai, penerapan "three in one" di Jakarta tidak mengurangi kemacetan. Pasalnya, banyak pengguna kendaraan yang memakai jasa joki sehingga aman melintas ketika "three in one" diberlakukan.

"Kami menduga, "three in one" ini sebenarnya tidak ada pengaruh karena orang-orang juga pakai joki," kata dia di Balai Kota, Senin (4/4/2016).

Oleh karena itu, Ahok menilai, volume kendaraan di Jakarta ketika uji coba penghapusan "three in one" akan sama dengan ketika sistem itu diberlakukan.

Ahok juga mengaku sudah lama ingin menghapus "three in one". Mulanya, Ahok ingin penghapusan "three in one" berbarengan dengan penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Namun, rencana itu berubah setelah polisi mengungkapkan adanya bayi yang dimanfaatkan joki "three in one". Bayi-bayi itu diberi obat penenang agar tidak rewel.

Ahok pun memutuskan untuk segera menghapus "three in one" tanpa menunggu penerapan ERP. (Baca: Problematika Sistem "Three In One"...)

Berbeda dengan polisi

Sementara itu, menurut pihak kepolisian, penerapan "three in one" masih sangat dibutuhkan dalam mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta selagi belum adanya solusi yang lebih efektif. Sebab, menurut polisi, pada jam sibuk, yakni pagi dan sore hari, kemacetan di Jakarta akan semakin parah jika peraturan itu dihapus.

"Menurut kami, sampai saat ini masih dibutuhkan (peraturan "three in one"), karena pada jam sibuk keluar semua (kendaraan), itu akan memperparah kemacetan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes M Iqbal.

Kepala Sub Direktorat Penegakkan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto menambahkan, rencana penghapusan sistem "three in one" perlu dipertimbangkan lebih jauh. Menurut dia, polisi setuju akan rencana itu asalkan ada solusi program pengganti "three in one" untuk menguraikan kemacetan.

"Ditlantas menyarankan sepanjang sudah ada penggantinya oke-oke saja," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (1/4/2016). (Baca: Polda Metro Tunggu Hasil Uji Coba Penghapusan "Three In One")

Mengenai rencana Pemprov DKI Jakarta menerapkan ERP sebagai ganti "three in one", Budiyanto menilai hal itu merupakan gagasan yang baik. Namun, menurut dia, penerapan ERP memerlukan sederet persiapan agar program tersebut dapat berjalan tanpa mengalami kendala.

"Permasalahannya untuk membangun ERP banyak yang harus dipersiapkan, di antaranya seperti sumber daya manusianya, sarana prasarana, payung hukum, dan database," ucapnya.

Budiyanto pun tak menampik adanya masalah sosial yang timbul dari "three in one" , yakni keberadaan para joki. Menurut dia memang tidak dibenarkan jika pengendara menggunakan jasa joki. Kegiatan joki sudah dilarang, seperti yang tertera dalam Pasal 4 Ayat 1, 2, dan 3 Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Adapun peraturan "three in one" berisi larangan bagi kendaraan pribadi beroda empat berpenumpang kurang dari tiga orang untuk melintas di jalan-jalan tertentu di Jakarta. Peraturan itu berlaku di jalan-jalan protokol, yaitu di Jalan Sudirman, MH Thmarin, dan Gatot Subroto setiap hari Senin-Jumat pada pukul 07.00-10.00, dan pukul 16.30-19.00.

Meski bertujuan melarang kendaraan pribadi beroda empat dengan penumpang kurang dari tiga orang melintas, pada prakteknya banyak joki "three in one" di pinggir jalan yang menawarkan jasanya. Beberapa di antaranya adalah anak di bawah umur. Kondisi itulah yang melatarbelakangi rencana penghapusan peraturan "three in one" itu.

Kompas TV Dishub Sediakan 600 Bus Antisipasi Kemacetan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com