JAKARTA, KOMPAS.com - Krisna Murti, pengacara mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, mengaku bingung mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap Chairman Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma atau Aguan.
Menurut Krisna, tidak ada hubungan antara kliennya dengan Aguan. Namun, ia mengakui Sanusi menyebut nama Aguan di dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Penyidik KPK, kata dia, menanyakan maksud dan tujuan Sanusi menemui Aguan.
"Tapi ini kaitannya karena Bang Uci (sapaan Sanusi) membicarakan masalah proyek. Dia broker, menjual produk-produknya. Bang uci kan suka ngejualin produknya, kerjasama dengan perusahaan properti itu. Enggak ada kaitannya dengan reklamasi," kata Krisna dalam acara Aiman yan ditayangkan Kompas TV, Senin (11/4/2016) malam.
Ia menampik Sanusi menerima sejumlah dana dari Agung Sedayu untuk meloloskan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
Menurut dia, Agung Sedayu Group tidak memiliki kepentingan dalam pembahasan dua raperda itu. Soalnya, izin reklamasi untuk pulau buatan oleh Agung Sedayu Group telah diberikan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
"Apa kepentingannya? Toh izin sudah beres. Agung Sedayu lebih dahulu izinnya ditandatangani dan sudah selesai, kewajiban pengusaha mereka juga sudah selesai," kata Krisna.
Selain Aguan, KPK mengajukan pencegahan bepergian keluar negeri terhadap Direktur Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma, dan rekan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja.
Krisna menampik nama-nama yang dicegah ke luar negeri ini merupakan hasil dari "nyanyian" Sanusi.
"Kami sebut artinya ada pertanyaan yang diajukan penyidik menyangkut masalah mekanisme. Nah siapa saja yang terlibat dalam mekanisme pembahaan raperda ini," kata Krisna.
"Pencekalan ke luar negeri toh belum tentu bersalah. Ini kan hanya meyakinkan penyidik. Karena mungkin ada motif atau modus sehingga memudahkan penyidik untuk dilakukan pencekalan," kata Krisna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.