Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanyakan Kebijakan Petahana Adalah Pendidikan Politik yang Sehat

Kompas.com - 17/04/2016, 08:09 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin dekat dengan Pilkada DKI 2017, petahana, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diterpa semakin banyak masalah.

Langkah Ahok yang memberi izin untuk meneruskan reklamasi di tengah kasus yang sedang terjadi dan kebijakannya untuk membeli lahan RS Sumber Waras dengan harga di atas NJOP dipertanyakan. Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat oleh beberapa pihak.

Hal itu pun membuat Ahok, menerima kritikan bertubi-tubi.

Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan hal ini cenderung bagus bagi Ahok.

"Menurut saya ini adalah pendidikan politik yang sehat ya. Petahana saat mau maju kembali memang harus dihadapkan dengan pertanyaan mengenai kebijakan yang diatur. Termasuk mengenai reklamasi itu," ujar Yunarto ketika dihubungi, Sabtu (15/4/2016).

Yunarto mengatakan bagi petahana, hal terpenting adalah membuktikan bahwa argumen yang dimiliki untuk membuat kebijakan itu, kuat. Toh, seandainya berhasil terjawab bahwa kebijakan Ahok benar, elektabilitasnya justru menjadi naik.

"Ada untungnya juga diterpa kritik semacam itu," kata Yunarto.

Kampanye negatif

Namun, Yunarto mengatakan pendidikan politik yang sehat tersebut bisa berubah menjadi kampanye negatif. Misalnya saja mengenai kasus suap raperda reklamasi.

Yunarto mengatakan dalam hal ini jelas keterlibatan anggota legislatif Mohamad Sanusi sebagai pihak yang disuap. Kemudian, staf khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja, juga dicegah ke luar negeri. Namun, hal yang disesalkan adalah Ahok langsung disebut-sebut ikut terlibat.

"Beberapa persepsi enggak bisa membedakan mana kasus hukum terkait reklamasi, mana perdebatan terkait kebijakan," ujar Yunarto.

Hal itulah yang menjadi kampanye negatif buat Ahok. Seharusnya, mengkritik petahana adalah mengkritik kebijakannya.

Alih-alih langsung menuding bahwa Ahok ikut terlibat, lebih baik kritisi langkah Ahok memberi izin reklamasi dikaitkan dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan juga aturan hukum yang digunakan Ahok.

Masalah proses hukum, biar KPK saja yang mengurus tanpa harus kita dahului. Apalagi, jika kritik-kritik yang disampaikan sudah membawa unsur primordialisme. Hal itu juga merupakan bentuk kampanye negatif bahkan bisa menjadi kampanye hitam untuk Ahok.

Cobaan akan lebih banyak

Yunarto mengatakan beberapa bulan ke depan "cobaan" untuk Ahok akan lebih banyak lagi. Itu merupakan imbas dari elektabilitas Ahok yang tinggi.

"Tapi itulah politik. Apalagi survei Ahok begitu kuat. Mau enggak mau serangan akan semakin banyak," ujar Yunarto. (Baca: Terkait Reklamasi, Ahok Dinilai Tidak Patuh Hukum)

Kompas TV Ahok dan Djarot Tidak Sejalan soal Reklamasi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com