JAKARTA, KOMPAS.com — Sindikat penipuan dana bantuan sosial yang terdiri dari ECP (35), SH (35), YS (32), dan RD (43) akhirnya dibekuk polisi pada Sabtu (30/4/2016) malam setelah delapan tahun menipu ratusan sekolah di seluruh Indonesia.
Sejak 2008, mereka melancarkan aksi penipuan yang terstruktur dengan mengaku sebagai dinas pendidikan, yayasan nirlaba, Uni Eropa, hingga petinggi Bank Indonesia yang akan menyalurkan dana bansos.
Kepada korban, mereka mengiming-imingi bisa mencairkan dana bansos lebih cepat apabila pihak sekolah membayar sejumlah uang.
"Mereka mengatakan, sekolahnya mendapat dana ini karena berprestasi," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat, di Jakarta, Senin (2/5/2016).
Wahyu menuturkan, sindikat ini biasa menetapkan target sekolah setelah penelusuran di internet. Para pelaku kemudian mencari nomor telepon sekolah di buku Yellow Pages.
"Mereka telepon sebagai petugas dari Dinas Pendidikan setempat. Kalau kepsek enggak percaya, dilempar teleponnya ke direktur atau bendahara Bank Indonesia sampai percaya," kata Kombes Wahyu.
Penipuan di sebuah kabupaten atau wilayah biasanya dilakukan pelaku dengan serentak. Hal ini dilakukan agar kepala sekolah yang menjadi target mengetahui bahwa sekolah lain juga menerima dana yang sama.
"Nah, karena sekolah yang menerima dana bansos ini banyak, mereka menawarkan bantuan untuk mempermudah pencairan, lebih cepat gitulah," kata Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Audie Latuheru.
Harga yang dipatok para tersangka untuk "memuluskan" pencairan berkisar dari Rp 5.000.000 hingga Rp 42.000.000.
Sindikat ini biasanya tidak pernah bertemu langsung dengan pihak sekolah. Mereka hanya menelepon dan menerima dana melalui transfer bank.
Rekening yang mereka miliki pun dibuat berdasarkan identitas palsu.
"Setelah ditransfer, rekening dan bukunya langsung dibakar, jadi tidak ada jejak," kata Audie.
Keempat pelaku akhirnya ditangkap pada Sabtu malam di markas mereka, Kampung Pasir Mala, Cianjur, Jawa Barat.
Mereka digiring bersama barang bukti 22 ponsel, 25 modem, 12 kartu ATM, 6 buku rekening, 3 laptop, 144 SIM card, dan 59 buku Yellow Pages.
Para pelaku dikenakan Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.