JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta sebagai penggugat reklamasi Pulau F, I, dan K, akan melengkapi bukti-bukti untuk memperkuat gugatan mereka.
Ketua Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata, menyatakan telah menerima banyak tambahan bukti setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan pencabutan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G.
"Kami menerima banyak sekali tambahan alat bukti, di antaranya temuan-temuan yang didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup," ujar Martin di PTUN Jakarta, Pulogebang, Jakarta Timur, Kamis (23/6/2016).
Salah satu bukti yang akan ditambahkan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yakni surat penghentian sementara atau moratorium proyek reklamasi.
"Dari proses moratorium yang ada, kami juga berencana akan memasukkan bukti penghentian sementara moratorium proyek reklamasi," kata dia.
Selain itu, Martin juga menyinggung Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja yang menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
"Setelah putusan Pulau G, selama proses itu, ternyata ada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perkara gugatan ini, dan salah satu direktur utamanya ternyata salah satu yang diduga melakukan tindak pidana korupsi," tutur Martin.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang menggugat reklamasi Pulau F, I, dan K terdiri dari sejumlah organisasi seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), KNTI, dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Mereka menggugat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulai F, I, dan K.
Menurut Martin, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengeluarkan SK tersebut secara diam-diam. Penerbitan SK ketiga pulau reklamasi itu disebut tidak melibatkan warga setempat.