JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Kebersihan DKI Jakarta bersama mantan pengelola Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, tengah menghitung jumlah aset milik masing-masing.
Hal itu dilakukan seiring dengan swakelola TPST Bantargebang yang dilakukan oleh Dinas kebersihan DKI menggantikan PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan mitranya, Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), sejak Selasa (19/7/2016) lalu.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Adji mengatakan, penghitungan aset ini untuk mengetahui jumlah aset yang dimiliki Pemprov dan GTJ. Selain itu, untuk memutuskan apa yang akan dilakukan Pemprov terhadap aset milik GTJ yang masih ada di TPST Bantargebang.
"Ada namanya joint inspection, jadi kamu harus bersama-sama menghitung mana yang menjadi aset GTJ mana punya DKI. Kami harus duduk bareng dulu untuk menentukannya," ujar Isnawa di TPST Bantargebang, Minggu (24/7/2016).
Isnawa menjelaskan, dari sejumlah informasi yang didapatkannya, dari 110 hektar (ha) luas lahan di TPST Bantargebang, 10.5 ha merupakan milik PT GTJ, sedangkan sisanya merupakan milik Pemprov.
Di samping itu, ada sejumlah peralatan berat seperti mesin water treatment, power house, alat daur ulang kompos, dan daur ulang plastik yang masih belum jelas kepemilikannya.
Isnawa belum tahu akan diapakan aset milik PT GTJ itu jika penghitungan telah selesai dilakukan.
Sejak pemutusan kontrak pengelolaan TPST Bantargebang oleh Dinas Kebersihan DKI terhadap PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan mitranya, Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), Dinas Kebersihan mulai berbenah.
Selain mendatangkan 15 unit eskavator, tahun ini Dinas Kebersihan juga akan mendatangkan 91 unit truk sampah compactor untuk mengoptimalkan pengangkutan sampah ke Bantargebang. Dinas kebersihan menganggarkan Rp 1.5 miliar-Rp 1.7 miliar untuk satu unit truk compactor.