JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Pemerintah Kota Jakarta Selatan Muhammad Iqbal menuturkan, banyaknya makam fiktif merupakan akibat dari sebuah standard operating procedure (SOP) yang berantakan.
Taman Pemakaman Umum (TPU) yang berada di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman dikelola oleh pengawas TPU yang berstatus PNS. Perawatannya dibantu oleh pekerja harian lepas (PHL) yang dipekerjakan oleh pengawas TPU.
"Tapi di TPU ada juga kan perawat makam yang berasal dari warga setempat," kata Iqbal di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2016).
Perawat makam ini, kata Iqbal, merupakan salah satu pintu masuk bagi praktik makam fiktif. Iqbal mengakui bahwa perawat makam sering meminta pungutan liar kepada ahli waris.
"Ini kan ketidaktahuan masyarakat, padahal di Perda sudah diatur tidak ada pungutan-pungutan. Besaran retribusi sudah ditetapkan," ujarnya.
Makam yang dijual atu dijadikan makam fiktif merupakan makam yang sudah tidak diurus ahli waris, atau makam kadaluwarsa.
Ia mengatakan, jika ada pelanggaran, PNS yang terlibat hanya diancam akan diganti dan dipotong tunjangan kinerjanya (TKD).
"Perda yang sekarang berlaku soal makam fiktif, Pasal 37 Perda Nomor 3 Tahun 2007, itu perlu direvisi. Karena hanya mengatur untuk masyarakat umum, tapi belum memuat sanksi bagi oknum atau internal yang bermain," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.